Ketika Bantuan Dijatah, Nasib Gurhon Kian Terjepit

Oleh: abahroy,Journalist aswinnews.com

Pemerintah baru saja mengedarkan larangan bagi guru honorer yang telah menerima insentif GBPNS (Guru Bukan PNS) untuk tidak lagi mengambil Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari BPJS Ketenagakerjaan. Alasannya terdengar administratif: agar tidak terjadi penerimaan ganda yang akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Namun bagi para guru honorer—yang selama ini menggantungkan hidup dari kebijakan yang serba tambal sulam—larangan ini ibarat cubitan di luka lama.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa guru honorer adalah kelompok paling rentan dalam sistem pendidikan kita. Mereka dibayar jauh di bawah standar kelayakan, tanpa jaminan pengangkatan, dan sering kali hanya dianggap pelengkap dari sistem pendidikan yang timpang. Kehadiran insentif GBPNS dan BSU seharusnya menjadi secercah keadilan bagi mereka. Namun kini, dua bantuan itu malah saling meniadakan.

Bayangkan, seorang guru honorer yang mengabdi lebih dari sepuluh tahun, dengan penghasilan tidak lebih dari Rp500 ribu per bulan, harus memilih satu di antara dua bentuk bantuan. Padahal keduanya bukan gaji, bukan tunjangan tetap, melainkan sekadar keringanan hidup. Mengapa negara begitu kaku dalam memberi untuk yang lemah, sementara begitu lentur dalam memberi untuk yang sudah kuat?

Jika alasan larangan ini adalah tertib administrasi, bukankah lebih masuk akal bila negara memperbaiki sistem verifikasi, bukan malah membatasi hak para guru honorer atas bantuan? Dalam logika keadilan sosial, mereka yang paling kekurangan seharusnya mendapatkan akses yang lebih luas terhadap bantuan, bukan dibatasi dengan dalih ganda.

Opini ini tidak sedang mendorong pelanggaran aturan, tapi mengajak kita merenungi: mengapa aturan lebih cepat menertibkan bantuan kecil bagi rakyat miskin, daripada menertibkan anggaran besar yang bocor ke elite?

Pemerintah seharusnya hadir tidak hanya sebagai pemberi regulasi, tapi juga sebagai pelindung yang memahami konteks lapangan. Jika tidak bisa menaikkan gaji gurhon, setidaknya jangan halangi mereka menerima dua bantuan yang memang mereka butuhkan.

Karena bagi banyak guru honorer, hidup itu sendiri sudah menjadi ujian berat. Jangan lagi dibebani dengan pilihan yang menyakitkan: mengambil satu bantuan dan kehilangan yang lain.

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *