Oleh : Sujaya, S. Pd. Gr.
Penasehat DPP ASWIN
Indramayu. 15/10/2025
-aswinnews.com-
Belakangan ini, jagat media sosial dan ruang publik tanah air kembali diguncang oleh gelombang kemarahan umat Islam. Sumber kemarahan itu datang dari tayangan program Xpose di Trans7 yang dianggap melecehkan martabat pesantren dan para kiai, khususnya Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Tayangan tersebut menampilkan narasi yang dinilai negatif, menggambarkan kehidupan santri dan kiai dengan cara yang tidak pantas dan penuh stigma. Reaksi keras pun bermunculan, tidak hanya dari kalangan pesantren, tetapi juga dari masyarakat luas yang merasa nilai-nilai luhur pendidikan Islam telah dilecehkan.

Pelanggaran Etika dan Adab terhadap Lembaga Keagamaan
Pesantren bukan sekadar tempat menimba ilmu agama. Ia adalah institusi yang sarat dengan nilai-nilai moral, adab, dan perjuangan. Sejak berabad-abad, pesantren menjadi pusat pendidikan yang melahirkan para ulama, intelektual, sekaligus pejuang bangsa. Karena itu, menampilkan pesantren dalam bingkai yang negatif bukan hanya tindakan yang tidak etis, tetapi juga merupakan pelecehan terhadap sejarah panjang pendidikan Islam di Indonesia.
Narasi yang ditayangkan Xpose tidak hanya mencederai moral, tetapi juga menodai adab santri terhadap kiai. Dalam kultur pesantren, kiai dihormati bukan karena kedudukan sosial, melainkan karena keilmuannya dan keteladanannya dalam membimbing umat. Tayangan yang merendahkan posisi kiai sama saja dengan menghina simbol kebijaksanaan dan keilmuan dalam tradisi Islam Nusantara.
Tanggung Jawab KPI dan Penegakan Etika Penyiaran
Sebagai lembaga penyiaran nasional, Trans7 seharusnya tunduk pada etika dan aturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki kewenangan untuk memastikan agar isi siaran tidak mengandung unsur fitnah, penghinaan, kekerasan, diskriminasi, atau pelecehan terhadap agama dan lembaga pendidikan.
Dalam kasus ini, KPI harus bersikap tegas dan profesional. Jangan sampai lembaga penyiaran seenaknya merusak nilai-nilai luhur bangsa hanya demi mengejar sensasi dan rating. Permintaan maaf dari pihak Trans7 memang sudah disampaikan, namun itu belum cukup. Harus ada langkah konkret berupa sanksi yang menimbulkan efek jera, agar kejadian serupa tidak terulang kembali. KPI tidak boleh diam, sebab diamnya pengawas adalah tanda matinya etika dalam dunia penyiaran.
Pesantren: Benteng Moral dan Pemersatu Bangsa
Mereka yang memahami sejarah bangsa tahu bahwa pesantren memiliki jasa besar dalam lahir dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak masa penjajahan, para kiai dan santri menjadi garda terdepan dalam perjuangan melawan kolonialisme. Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang digagas oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama pesantren menjadi bukti konkret bahwa semangat keislaman dan nasionalisme tumbuh dari rahim pesantren.
Pesantren juga berperan besar dalam menjaga moral masyarakat, mengajarkan moderasi beragama, dan menanamkan nilai-nilai cinta tanah air. Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter, etika, dan kemandirian generasi muda bangsa. Karena itu, melecehkan pesantren berarti menodai perjuangan para ulama yang telah berkorban demi kemerdekaan dan peradaban Indonesia.
Ajakan Moral untuk Menjaga Marwah Pesantren
Dalam konteks ini, wajar bila masyarakat menuntut agar tayangan seperti Xpose tidak lagi diberi ruang di media nasional. Media seharusnya menjadi sarana pencerahan, bukan penghancur martabat lembaga pendidikan keagamaan. Jika KPI tidak bertindak tegas, maka kita sebagai masyarakat patut menyuarakan sikap moral: boikot Trans7 sebagai bentuk protes terhadap pelecehan nilai-nilai keislaman dan pendidikan pesantren.
Pesantren bukan objek sensasi media. Mereka adalah benteng terakhir moral bangsa di tengah arus globalisasi yang semakin menipiskan batas adab dan etika. Sudah sepatutnya kita bersama-sama membela marwah pesantren dan para kiai, demi menjaga kehormatan, sejarah, dan identitas bangsa Indonesia yang berakar pada nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan luhur.