Penulis,abahroy
Journalist aswinnews.com
Ketika gema takbir mengalun dan hewan qurban disembelih sebagai tanda ketaatan, tersimpan pula amanah sosial yang tak kalah penting: membagikan daging qurban dengan adil dan penuh makna.
Dalam semangat Idul Adha, ibadah qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga tentang menyemai nilai keikhlasan, kepedulian, dan keadilan sosial.
Kitab-kitab fikih klasik, yang disebut sebagai kutub al-fiqhiyyah, telah menyusun pedoman yang rinci tentang tata cara membagikan daging qurban.
Dari mazhab Syafi’i hingga Hanafi, para ulama sepakat bahwa pembagian daging qurban harus mencerminkan esensi dari ibadah itu sendiri, mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri kepada sesama.
Tiga Pilar Pembagian: Makan, Hadiah, dan Sedekah
Menurut mazhab Syafi’i yang banyak dianut umat Islam di Indonesia,daging qurban disunnahkan untuk dibagi menjadi tiga bagian:
1. Sepertiga untuk diri sendiri dan keluarga.
Ini menjadi simbol bahwa qurban bukan sekadar memberi, tapi juga merayakan nikmat dan berbagi kebahagiaan bersama keluarga.
2. Sepertiga untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
Inilah inti sosial dari qurban: menghadirkan senyum di wajah mereka yang selama ini jarang merasakan daging segar.
3. Sepertiga lagi untuk dihadiahkan kepada tetangga atau kerabat.
Baik miskin maupun kaya, hadiah daging qurban mempererat silaturahmi dan membangun rasa kebersamaan di tengah masyarakat.
Kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi menjadi rujukan utama dalam hal ini. Dalam kitab tersebut ditegaskan, “Disunnahkan bagi orang yang berqurban untuk memakan sebagian dagingnya, menyedekahkan sebagian, dan menghadiahkan sebagian lainnya.”
Qurban Wajib: Beda Aturan, Sama Tujuan
Berbeda dengan qurban sunnah, jika qurban dilakukan karena nazar (janji), maka seluruh dagingnya harus disedekahkan. Orang yang bernazar tidak boleh memakannya sedikit pun.
Ini karena statusnya sudah menjadi hak orang lain sejak diniatkan sebagai nazar.
Mazhab Hanafi dan Maliki juga menekankan pentingnya sedekah sebagai bentuk distribusi dominan. Mazhab Maliki bahkan menganjurkan agar sebagian besar daging diberikan kepada fakir miskin, dan hanya sedikit dimakan atau dihadiahkan.
Jangan Diperjual belikan
Kitab-kitab fikih juga memberi batasan tegas: daging qurban tidak boleh dijual. Termasuk kulit, tulang, bahkan bulunya.
Bahkan orang yang menyembelih pun tidak boleh diberi upah dari daging qurban, meski boleh diberi hadiah dari harta lain.
Sebagaimana ditegaskan Nabi SAW dalam hadits riwayat Bukhari:
“Barang siapa menjual kulit hewan qurbannya, maka tidak ada qurban baginya
Penutup:
Hikmah yang Lebih Dalam
Di balik pembagian yang tampak matematis ini, tersimpan pesan luhur: qurban adalah cara Islam meratakan rezeki, mempererat ukhuwah, dan menumbuhkan empati.
Maka jangan sekadar membagi kiloan daging, tapi bagikan juga senyum, doa, dan rasa syukur.
Mari jadikan ibadah qurban bukan hanya ritual tahunan, tapi juga momentum memperkuat ikatan sosial—sebagaimana diajarkan para ulama dalam lembaran-lembaran kitab qurban.
Selamat rayakan Idul Qurban bulan zulhijah 1446.H ,semoga kita selalu di berkahi Allah SWT
Cirebon 05/06/2025
![]()
