THR, Lebaran Hingga Ketupat dan Baju Koko, Kopiah dan Sarung Baru
Oleh : Jacob Ereste
Wartawan Lepas
Tunjangan Hari Raya (THR) memang tidak tergolong pajak atau pun sedekah, karena tidak wajib sifatnya dan tidak pula sesuka hati, karena THR itu dimaksudkan untuk menopang kebutuhan untuk merayakan hari lebaran, atau Hari Raya Idhul Fitri 2025. Setidaknya, kebutuhan pada hari raya Idhul Fitri dapat terpenuhi, kendati tidak perlu mewah dan berlebihan. Tapi mulai dari ketupat hingga beragam sayur yang menyertai ketupat itu diperlukan, agar dia tidak terkesan seperti yatim piatu yang bukan saja tidak punya orang tua, tapi juga tiada sanak saudara.
Biasa untuk merayakan Hari Raya Idhul Fitri mulai dari kopiah, baju Koko hingga sarung yang baru — walau tak harus mahal — bisa dikenakan saat sholat Idhul Fitri dan saat merayakan hari lebaran. Karena semua sudah diperbaharui selama bulan Ramadhan yang dapat dipahami sebagai ritual pembersihan diri dari segala kotoran yang terlihat maupun kotoran yang tidak terlihat. Karena untuk kotoran yang tidak terlihat — biasanya bisa lebih banyak jumlahnya — perlu dicuci bersih seperti kendaraan hingga gres dan plong ketika dijalankan kembali untuk meluncur di jalan raya.
Jadi, dari hari raya ke jalan raya memang harus dengan penuh kesabaran, kejujuran, keikhlasan dan kegembiraan, karena puasa itu sendiri untuk “mempersakti” ketangguhan diri kita sendiri. Bukan untuk orang lain. Karenanya, puasa dengan segenap tata caranya yang baik dan benar patut dan harus kita patuhi, karena disiplin yang tidak ada tawar menawar itu, merupakan bagian dari upaya memperkuat disiplin diri agar tetap menjadi manusia yang konsisten terhadap komitmen bukan hanya kepada orang lain, karena yang tidak kalah penting dan utama adalah komitmen dan konsisten terhadap diri sendiri.
Orang lain dapat tertipu dan ditipu dengan gampang untuk kemudian memberi maaf pada kesalahan atau kedegilan diri kita terhadap mereka, akan tetapi kebohongan terhadap diri sendiri, kepada siapa bisa kita dapatkan permaafan terhadap kesalahan atau keculasan dalam menipu diri kita sendiri ini ?
Karena itu ramadhan dapat dipahami sebagai seribu bulan lebih baik dari bulan-bulan yang lain, karena memberi kesempatan kepada siapa saja yang mau menikmati hikmah dan barokah dari bulan ramadhan merupakan peluang dan kesempatan yang langka. Toh, ramadhan itu sendiri hanya sekali datang pada setiap tahun. Sementara untuk mereka yang percaya pada hikmah dan nikmatnya puasa acap melakukan juga pada hari Senin dan Kamis, bahkan tidak sedikit yang juga melakukan puasa ala Nabi.
Puasa ala Nabi ini, kata Nenek dahulu berkisah semasa kecil di kampung, dilakukan berselang seling — satu hari puasa dan satu hari tidak berpuasa — kata Nenek hanya untuk mengingat atau menyadari diri kita sedang berpuasa atau tida, sudah diperlukan kesadaran dan kontrol diri yang baik, tidak sampai lupa diri. Hingga dengan melakukan puasa ala Nabi ini, tongkat kecerdasan spiritual, mawas diri dan disiplin serta konsisten mematuhi ketetapan yang dilakukan oleh diri sendiri ini sungguh diperlukan kekuatan spiritual yang mumpuni.
Begitulah cara pandang terhadap THR pun dalam kondisi ekonomi secara umum di Indonesia yang sungguh sulit, dapat diterima apa adanya dan seadanya, tanpa harus mengurangi hakikat dan nikmat yang dapat dirasakan pada perayaan hari Raya Lebaran. Sebab makna lebaran pun, kata ustad di surau kami semalam seusai menunaikan tharawih, makna lebaran itu sendiri adalah melebar atau meluasnya daya nalar dan daya pikir hingga cakrawala spiritual untuk menghadapi hidup tidak dari pandangan yang sempit. Maka itu, tak ada ketupat bersama rendang pun, ketupat sayur pun pasti nikmat setelah mendapatkan selama menunaikan ibadah puasa dengan riang gembira.
Apalagi hanya sekedar kopiah dan baju Koko serta Sarung yang cuma bagian dari budaya suku bangsa kita saja, toh tidak akan pernah mengurangi hakekat lebaran yang dapat kita peroleh. Karena makna dan hakikat dari perayaan lebaran itu sendiri jangan sampai dipatok sebagai simbol dari budaya semata, tapi harus mampu juga ditangkap simbolika dari spiritualitas.
Artinya, image tentang THR, Lebaran, hingga ketupat dan baju Koko, kopiah dan sarung baru itu adalah budaya masa lalu saat di kampung dahulu yang terlanjur menjadi bagian dalam acara dan upacara yang bersifat ritual. Padahal semua itu hanya semacam asesoris untuk memperindah perayaan lebaran atau upacara yang bersifat sakral — mengusung nilai spiritual — yang patut untuk dihormati dan junjung tinggi.
Banten, 12 Maret 2025
—