Penulis: Amandus Doo
Editor: Kenzo
AswinNews.com – Tajam, Akurat, Terpercaya, Berimbang, dan Ter-Update
Jayapura – AswinNews.com
“Melalui sagu, saya ingin anak-anak saya bisa sekolah yang layak dan menjadi kepala bagi wilayahnya sendiri.”
Kata-kata penuh harap itu dilontarkan lirih oleh Virginia Lali (32 tahun), seorang ibu dari Kampung Sawoi, Kelurahan Hatib, Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura, Papua. Di bawah naungan dusun sagu, bersama gemericik air dan denting mesin penggiling, Lali dan perempuan-perempuan adat lainnya tengah melestarikan warisan nenek moyang—sambil menyiapkan masa depan keluarga mereka.
Sagu: Simbol Identitas, Daya Hidup, dan Harga Diri
Sagu bukan sekadar bahan makanan. Di Papua, sagu adalah identitas budaya, penanda batas tanah adat, dan roh kehidupan yang melekat dalam setiap ritus dan kegiatan masyarakat hukum adat. Mulai dari proses menebang pohon yang diawali dengan permintaan izin kepada leluhur, hingga penyajian papeda hangat di rumah, semua dilakukan dengan penuh penghormatan terhadap alam.

Di Sawoi, sagu bukan hanya tradisi, tapi juga penggerak ekonomi keluarga. Dari satu batang pohon sagu, bisa dihasilkan 4 hingga 5 karung, yang masing-masing dijual seharga Rp200.000–Rp300.000. Hasil inilah yang dipakai untuk membiayai kebutuhan harian—dari makanan, biaya sekolah, hingga ongkos berobat.
“Kami kerja bersama. Dari menebang sampai menggiling, semua dikerjakan bersama suami, anak, dan keluarga lain. Karena ini bukan cuma soal makan, tapi soal hidup kami ke depan,” ujar Lali sambil tersenyum.
Perempuan dan Emansipasi dari Tanah Papua
Tak banyak yang tahu, di balik peran domestik yang melekat, perempuan Papua memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya adat. Di Kampung Sawoi, mereka menjadi penentu ritme panen, pembagi hasil, bahkan penjaga nilai spiritual dari setiap batang sagu yang ditebang.
Proses pengolahan sagu yang terlihat sederhana sejatinya adalah kegiatan sosial dan budaya yang kompleks, penuh kerja sama dan kebijaksanaan. Mereka melestarikan metode turun-temurun, sembari beradaptasi dengan teknologi sederhana, seperti penggunaan mesin penggiling modern.
Tanah, Tradisi, dan Masa Depan
Sagu di Sawoi, berdiri sebagai bukti nyata kekuatan pengetahuan lokal dan pentingnya pengakuan atas tanah adat. Sagu bukan hanya makanan pokok, tetapi juga saksi bisu perjalanan budaya orang asli Papua dari generasi ke generasi.
Di tengah tantangan modernisasi dan perebutan ruang hidup, perempuan seperti Virginia Lali menjadi suara yang terus menyuarakan harapan: bahwa dari akar pohon sagu, tumbuh pula cita-cita akan masa depan yang lebih baik.
Redaksi Aswinnews.com