Muksin Amri Mantan Ketua Bawaslu: Gugatan Hasil Pilkada Di Malut Berpotensi Ditolak MK
Ternate-aswinnews.com- Pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota di pilkada serentak tahun 20242029 telah berakhir.
Hasil penetapan ditandai telah diumumkan hasil perolehan suara pemilihan kepada daerah oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota.
Menurut Pasal 157 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, menegaskan bahwa peserta diberi hak konstitusi mengajukan permohonan sengketa hasil, apabila dipandang hasil penetapan perolahan suara tidak berdasar atas hukum atau setidaknya terjadi perselisihan antara hasil yang di milikinya, maka diberi waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak KPU Prov/Kab/Kota mengumumkan hasil penetapan perolehan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepada daerah.
Menurut mantan Ketua Bawaslu Maluku Utara periode 2017-2022 Muksin Amri, ketentuan Pasal 158 mengatur tentang ambang batas sebagai syarat formil dalam beracara PHPU di MK.
“Kalau dibaca ketentuan Pasal 158 ayat (1) huruf a, dikaitkan dengan jumlah penduduk Maluku Utara baru 1,3 Juta jiwa, maka syarat formil yakni jumlah penduduk sampai dengan 2 Juta, harus memenuhi ambang batas 2% dari total suara sah akhir yang ditetapkan oleh KPU Maluku Utara,” ujar Muksin,Minggu (8/12/2024)
Lebih lanjut Muksin yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPRD Malut Fraksi PKB, artinya peserta yang mengajukan harus memenuhi selisih perolehan suara terbanyak sebanyak 2% dari total suara syah, sebaliknya untuk Kab/Kota di Maluku Utara karena jumlah pendudukan di bawah rata-rata 250 ribu maka harus memenuhi perbedaan paling banyak 2% dari total suara sah.
“Berdasarkan hasil penetapan suara di masing-masing KPU Provinsi/Kab/Kota, maka sesuai ketentuan MK berhak menolak permohonan pemohon dalam proses dismisal atau setidaknya dalam sidang pendahuluan nanti. Namun dalam perkembanganya MK telah mengubah sikap saat pemberlakuan ketentuan ambang batas sebagai syarat formil permohonan perselisihan, pembarlakuan sikap ini telah ditunjukan MK dalam beberapa putusan pilkada sebelumnya”, ujar Muksin.
Selain itu Muksin juga selaku Juru Bicara Sherly – Sarbin menjelaskan, tidak mudah meyakinkan MK merubah sikap atau mengesampingkan syarat formil. Pemohon membutuhkan kekuatan pembuktian ada tidaknya terjadi keselahan, kelalaian dan termasuk ada persitiwa pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif (TSM).
“Persoalan TSM harus terlebih dahulu di lakukan pengujian Pelanggaran Administrasi TSM di Bawaslu Provinsi sebagai lembaga yang diberi mandatori,” ujar Jubir.
Untuk menguji pelanggaran TSM
Pelanggaran TSM bukanlah sesuatu yang mudah. Pembuktian m secara hukum, sebab syarat TSM harus memenuhi tiga komponen peristiwa hukum secara komulatif, yakni pelanggaran terstruktur, yaitu pelanggaran dilakukan aparat stuktural baik pemerintah mapun penyelenggara pemilihan secara kolektif.
Sementara pelanggaran massif sebagai kecurangan direncanakan secara matang, terstruktur dan rapi, dan massif dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan.
Kesemuanya itu harus dibuktikan secara komulatif dalam sidang pendahuluan nanti di MK.
“Gugatan hasil pilkada di maluku utara berpotensi di tolak oleh MK dalam sidang putusan pendahuluan nanti,” tutup Muksin Amrin.
Abdullah Assegaf