Puasa Ramadhan, Antara Kemauan Dan Dalih “Tidak Kuat”
Penulis,AbahRoy
Ketua DPC Aswin Kota Cirebon
Setiap tahun, Ramadhan datang sebagai kesempatan bagi umat Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah puasa.
Namun, selalu ada saja sebagian orang yang enggan melaksanakannya dengan alasan “tidak kuat,” padahal secara fisik mereka sehat.
Penulis melihat ini bukan sekadar soal ketahanan tubuh, melainkan lebih kepada kemauan dan kesadaran seseorang terhadap agamanya.
Sebagai seorang muslim, kita diajarkan bahwa ibadah bukanlah sesuatu yang dilakukan hanya ketika mudah dan nyaman.
Justru, ibadah sejati adalah ketika kita tetap menjalankannya meskipun ada tantangan.
Jika banyak orang bisa berpuasa sambil tetap bekerja keras—seperti petani, buruh, bahkan atlet—maka sulit diterima jika seseorang yang hanya menjalani aktivitas biasa mengatakan tidak sanggup.
Saya juga percaya bahwa alasan “tidak kuat” lebih sering muncul karena kurangnya kebiasaan dan niat yang kuat.
Jika seseorang tidak pernah mencoba berpuasa dengan serius, wajar jika ia merasa sulit. Tetapi jika ia memberi dirinya kesempatan untuk beradaptasi, maka tubuh akan terbiasa.
Yang menjadi masalah adalah ketika seseorang lebih memilih kenyamanan sesaat daripada mendidik dirinya untuk berdisiplin dan bersabar.
Selain itu, lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk sikap seseorang terhadap ibadah. Jika seseorang tumbuh di lingkungan yang mendukung puasa, mereka akan lebih termotivasi untuk menjalaninya. Sebaliknya, jika lingkungan sekitar tidak menekankan pentingnya ibadah ini, maka mereka lebih mudah mencari alasan untuk menghindarinya.
Menurut penulis, puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menata hati dan pikiran.
Ketika seseorang enggan berpuasa tanpa alasan yang benar, itu bukan hanya masalah fisik, tetapi juga cerminan dari ketidakmampuan mengendalikan diri dan rendahnya kesadaran spiritual. Jika benar-benar beriman dan memahami makna puasa, maka seseorang akan mencari cara untuk menjalaninya, bukan mencari alasan untuk meninggalkannya.
Pada akhirnya, pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri bukanlah “Apakah saya kuat berpuasa?” tetapi “Apakah saya memiliki kemauan yang cukup untuk melaksanakannya?
” Sebab, lebih dari sekadar ujian fisik, puasa adalah ujian keimanan—dan iman sejati tidak dibangun di atas alasan, melainkan atas keyakinan dan keteguhan hati.
Cirebon,07/03/2025
—