Mata Batin Yang Tak Pernah Menyerah Pada Sang Waktu


Mata Batin Yang Tak Pernah Menyerah Pada Sang Waktu


Oleh : Jacob Eresete
Wartawan Lepas



Sepasang kekasih itu yang telah melampaui beragam jaman, mereka kembali terhenyak ketika bangun pagi masih menemukan diri mereka sendiri tetap segar bugar dan sehat, sehingga mereka berdua kembali melakukan olah raga pagi rutin seperti biasanya yang telah mereka lakukan sejak 40 tahun silam, ketika usia mereka sedang merayap senja, melampaui setengah abad.

Jalan pagi bersama ini sudah mereka lakukan secara rutin sambil membeli jajanan makanan ringan yang khas kampung sebagai bagian dari kesukaan dan ekspresi nasionalisme mereka untuk mencintai produk dalam negeri yang diorientasikan pada semua hal yang bersifat alami seperti makanan hingga lingkungan alam yang mereka beri hak agar tetap tumbuh dan berkembang bebas agar tetap selaras dan harmoni dengan alam sekitarnya.

Sepasang kekasih ini telah memiliki anak dan cucu yang lucu dan cerdas serta brilian pula, namun mereka sendiri seperti tidak memiliki apa-apa, karena sudah sejak lama banyak orang tahu mereka hanya hidup berdua tanpa kegaduhan dan kehebohan sehingga mengundang perhatian tetangga kiri kanannya rumah mereka untuk memahami apa sesungguhnya yang ada dibalik kehidupan mereka. Padahal mereka hanyalah sepasang manusia gaek yang tidak terlalu penting untuk mendapat perhatian. Sehingga siapa dan bagaimana latar belakang serta sosok mereka yang sesungguhnya, sekedar menjadi perhatian keisengan belaka.

Tetapi, diam-diam ada saja diantara tetangganya yang mencoba untuk melakukan semacam investigasi reporting tentang sepasang kekasih yang telah gaek usianya ini, lantaran terkesan semakin bersahaja tampilannya ketika penelusuran tentang riwayat mereka sedikit mulai terkuak. Nyatanya, tidak cukup meyakinkan adanya hal yang aneh seperti yang hendak dicari dan ditemukan oleh seorang tetangganya yang telah dibuat penasaran dari keberadaan sepasang kekasih yang telah gaek ini, termasuk hal-hal yang ganjil atau adanya sedikit keanehan- keanehan, atau semacam sikap dan sifat exentricitas di dalam kehidupan mereka yang justru terkesan mengalir seperti air danau yang mempunyai sumber mata air yang jernih dan menyejukkan.

Tapi di pagi hari yang cerah ini, mereka berdua tampak sedang berdiskusi sengit tentang satu topik yang sesungguhnya telah berulang kali mereka bahas bersama pada pelbagai kesempatan. Namun dalam diskusi mereka pagi ini agaknya menjadi momentum yang penting, karena kesimpulan dan keputusan tampaknya sudah harus mereka lakukan. Masing– masing mereka sempat menjadi nara sumber lalu bergilir pada kesempatan lain menjadi pembahasan utama. Bahkan, pada suatu kesempatan mereka berdua sempat merencanakan topik utama yang menjadi tema diskusi mereka hari ini hendak diseminarkan untuk mendapatkan rumusan yang terbaik dengan mengundang para ahli dan pakar yang kompeten dalam bidangnya. Tapi nyatanya, toh belum terlaksana juga sampai beberapa waktu lamanya kesimpulan sementara yang telah mereka rumuskan itu mengendap. Akibatnya, topik itu kembali menjadi pembahasan mereka yang lebih serius. Dan pada kesempatan berikutnya kembali menjadi bagian dari yang mereka rekomendasikan untuk dipublikasikan terlebih dahulu guna mendapat tanggapan yang mungkin dapat menyempurnakan gagasan itu lebih matang dan sempurna.

Diujung jembatan penghubung yang panjang itu mereka berdua tampak kembali berdiskusi serius. Seperti dua orang kabinet yang tengah merundingkan kesepakatan untuk melakukan langkah besar yang akan sangat berdampak akibat dari kebijakan yang mereka putuskan.

Tak ada siapa-siapa di atas jembatan itu, kecuali mereka berdua saja. Tapi suasana ketegangan di pagi yang cerah ini, jadi terlupakan untuk sekedar dinikmati, siapa tahu esok tidak lagi kembali terulang. Persis seperti kesadaran diri mereka yang sempat tidak percaya bahwa ketika bangun tidur tadi pagi, ternyata mereka masih diberi umur panjang oleh Tuhan.

Mereka berdua tampak berdiskusi serius dan berpikir keras. Meski sesekali menikmati air sungai tiada henti itu dalam kejernihan yang terjaga dan terus mengalir santai mencari muara entah dimana tempatnya. Dan sepasang kekasih yang telah gaek itu melihat jelas wajah mereka berdua di dalam pantulan air sungai yang jernih itu. Dimana perjalanan hidup mereka persis seperti yang membias dari dalam air sungai yang terus mengalir tiada lelah. Entah sampai kapan akan berkesudahan, seperti air yang mengalir itu kelak sampai ke muaranya di laut lepas.

Mereka termangu dan saling bertatap, tiada ada sepatah kata terucap. Namun mata hati mereka tahu pasti bahwa apa hendak mereka ucapkan tidak lagi penting untuk dinarasikan. Hingga mata batin mereka sangat paham bahwa kata-kata memang tidak lagi mampu mengungkapkan apa-apa yang telah mereka pahami dan rasakan bersama.


Pecenongan, 5 Mei 2025

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *