🖊️ Reporter: Alex Wayne
📍 Dogiyai, Papua Tengah – 30 Juni 2025
🗞️ Editor: Kenzo | Redaksi AswinNews.com – Tajam, Akurat, Berimbang, dan Ter-Update
Kelompok pelajar dan mahasiswa asal Dogiyai yang tersebar di berbagai kota di Indonesia menyatakan sikap menolak rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Mapia Raya, kehadiran perusahaan ilegal, serta pendropan militer di wilayah Papua. Penolakan ini akan disuarakan melalui aksi damai yang rencananya digelar pada Jumat, 4 Juli 2025, dengan titik kumpul di Kantor Bupati Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah.
Dalam selebaran resmi yang diterima redaksi AswinNews.com pada Selasa (2/7), para pelajar dan mahasiswa menilai bahwa rencana pemekaran DOB Mapia Raya merupakan ancaman serius bagi masa depan orang asli Dogiyai, serta alam dan tanah adat yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat.
“Pemekaran bukan solusi bagi kesejahteraan masyarakat Papua. Justru, ini merupakan bagian dari proyek politik yang mengarah pada perampasan tanah adat dan bentuk baru penjajahan terhadap rakyat Papua,” tulis mereka dalam pernyataan sikap.
Tolak Perusahaan Ilegal dan Pendropan Militer
Selain menyoroti pemekaran wilayah, para mahasiswa dan pelajar juga mengecam kehadiran perusahaan-perusahaan ilegal yang dinilai telah merusak lingkungan dan menggusur tanah ulayat tanpa persetujuan masyarakat adat. Mereka juga menyatakan keberatan terhadap intensifikasi militerisasi di wilayah Papua yang justru menambah ketegangan sosial dan membatasi ruang demokrasi.
“Kami menolak kehadiran perusahaan ilegal yang mengeruk sumber daya tanpa menghormati hak-hak masyarakat adat, serta pendropan militer yang hanya menambah trauma dan ketakutan di tengah rakyat,” lanjut pernyataan itu.
Aksi Damai dengan Format Long March
Aksi yang diberi tajuk “Tolak Wacana Pemekaran DOB Mapia Raya, Perusahaan Ilegal dan Pendropan Militer di Tanah Papua” akan digelar dalam bentuk long march, dengan peserta bergerak dari sejumlah titik menuju Kantor Bupati Dogiyai sebagai lokasi sentral penyampaian aspirasi.
Solidaritas pelajar dan mahasiswa menegaskan bahwa aksi ini merupakan gerakan damai dan bermartabat, serta mengajak seluruh elemen masyarakat, gereja, dan tokoh adat untuk berdiri bersama menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada hak-hak orang asli Papua.
“Kami berdiri atas nama keadilan, hak hidup, dan masa depan generasi muda Papua. Aksi ini adalah suara rakyat yang ingin didengar,” tegas pernyataan mereka.
Desakan Evaluasi dan Dialog Terbuka
Para pelajar dan mahasiswa juga mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan proses pemekaran yang tidak melibatkan rakyat secara partisipatif, serta membuka ruang dialog yang adil dan terbuka bersama masyarakat adat, pemuda, dan mahasiswa Papua.
Aksi ini diharapkan tidak hanya menjadi momentum penyampaian aspirasi, tetapi juga sebagai pengingat bagi para pemangku kebijakan bahwa setiap kebijakan yang menyangkut masa depan Papua harus didasarkan pada keadilan, transparansi, dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.
Redaksi AswinNews.com