Maros Berbudaya: “Gau Maraja Leang-Leang” Menyambut Hari Jadi ke-66 Kabupaten Maros, 3–5 Juli 2025

🖊️ Laporan Jurnalis: Muh. Zulfaz
📍 Kontributor: A. Bau Usdi
📑 Editor: Kenzo
🗞️ ASWINNEWS.COM – Tajam, Akurat, Berimbang, Terpercaya dan Ter-Update

MAROS, SULAWESI SELATAN – Kabupaten Maros bersiap merayakan Hari Jadi ke-66 tahun dengan menggelar perhelatan budaya bertajuk “Gau Maraja Leang-Leang” pada tanggal 3 hingga 5 Juli 2025. Acara ini bukan sekadar seremoni, melainkan momentum menggugah kembali semangat masyarakat untuk menghargai sejarah, menjaga warisan leluhur, dan mempererat rasa cinta terhadap tanah air.

Dari Jejak Sejarah ke Spirit Pemersatu

Maros bukan kabupaten yang hadir secara tiba-tiba. Ia lahir dari perjuangan tokoh-tokoh lokal yang mendambakan kemandirian daerah dan pembangunan yang lebih merata. Gagasan pembentukan Kabupaten Maros muncul dari pertemuan tokoh masyarakat di kediaman Karaeng Turikale VII, H.A. Mapparessa, yang saat itu menjadi pemimpin adat dan figur panutan di wilayah ini.

Pertemuan yang dihadiri oleh tokoh-tokoh seperti A. Abd. Rahman Dg Mamangung, H.A. Siradjuddin, Djaya Amir Dg. Mangalle, dan Intje Manambai, melahirkan Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Maros (PPPKM). Salah satu langkah strategis adalah menyelenggarakan pacuan kuda di Bonto Jolong untuk menarik perhatian tokoh penting kerajaan Bugis.

Restu Sang Raja Bone dan Kiprah Gubernur Petta Rani

Puncak perjuangan itu adalah ketika Puatta H. Andi Mappanyukki, Raja Bone ke-32/34, dan putranya Andi Pangerang Petta Rani, Gubernur Sulawesi Selatan dan Tenggara, menyambut undangan Karaeng Turikale. Dalam jamuan adat setelah pacuan kuda, permintaan menjadikan Maros sebagai kabupaten tersendiri disampaikan secara resmi.

Restu sang raja pun turun. Proposal pembentukan Kabupaten Maros akhirnya dikirimkan ke Presiden RI, Ir. Soekarno, melalui jalur formal pemerintahan.

Dari Federasi Toddo’ Limayya ke Undang-Undang Negara

Pada 26 Agustus 1956, rakyat Maros kembali memperkuat aspirasi lewat Konferensi Federasi Toddo’ Limayya, bersama para tokoh adat, pemuka masyarakat, partai politik, dan organisasi massa. Mosi kuat menyuarakan agar Maros menjadi ibu kota kabupaten. Namun saat itu, keputusan politik mengarahkan ibu kota tetap di Pangkajene.

Panitia tidak menyerah. Mereka membentuk struktur organisasi perjuangan dengan:

  • Ketua Umum: H.A. Mapparessa Dg. Sitaba (Karaeng Turikale VII)
  • Ketua I: A. Abd. Rahman Dg. Mamangung
  • Penulis: Djaya Amir Dg. Ngalle
  • Bendahara: A. Abd. Rahim Dg. Manippi
  • Pembantu Umum: terdiri dari tokoh guru, pengusaha, cendekiawan, nelayan, hingga Gallarang Sudiang.

Semangat tak kunjung padam. Upaya terus berlanjut hingga Undang-Undang No. 29 Tahun 1959 menetapkan Kabupaten Maros secara sah sebagai Daerah Tingkat II. Pada 1 Februari 1960, Nurdin Djohan dilantik sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II pertama di Maros.


Makna Perayaan Gau Maraja Leang-Leang

Perayaan kali ini bukan hanya sekadar mengingat sejarah, tetapi juga meneguhkan nilai-nilai persatuan, kepemimpinan rakyat, dan penghormatan pada leluhur. Festival ini akan menampilkan kesenian, tradisi, serta dialog budaya yang merangkul semua generasi.

Leang-Leang, yang menjadi ikon acara, adalah situs prasejarah kebanggaan Maros dan simbol bahwa masyarakat Maros telah menjadi bagian dari peradaban manusia sejak ribuan tahun silam.

Mendidik Jiwa dan Menginspirasi Generasi

Perjalanan panjang pembentukan Kabupaten Maros adalah cermin bahwa kemerdekaan dan pembangunan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan, diplomasi, dan keuletan lokal. Masyarakat Maros kini diundang untuk menghidupkan kembali semangat itu dalam setiap karya, gotong royong, dan semangat membangun.

“Warisan terbesar para leluhur bukan hanya wilayah, tapi semangat juang dan cinta terhadap tanah kelahiran. Itulah yang ingin kita wariskan kepada generasi mendatang,” ucap salah satu tokoh adat setempat.


🔍 Catatan Redaksi
Kabupaten Maros bukan hanya entitas administratif, melainkan warisan jiwa para pejuang lokal yang bekerja dalam sunyi. Di tengah modernitas, perayaan ini menjadi upaya mengingatkan bahwa budaya dan sejarah adalah fondasi paling kokoh bagi bangsa yang ingin besar.


Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *