Blengep Ibu Rasiyem: Sepotong Kue, Serpihan Warisan Indramayu yang Hampir Hilang

Oleh: Dewinta Ayuning Zulfa_
Peserta Bimtek Kepenulisan Berbasis Kearifan Lokal Disarpus Kabupaten Indramayu
,| Editor: Kenzo | Redaksi: Aswinnews.com – Tajam, Akurat, Berimbang, Terpercaya dan Ter-Update

INDRAMAYU — ASWINNEWS.COM – Di perempatan Karangturi, tepat di samping Indomaret, setiap pagi aroma nostalgia menyeruak dari sebuah gerobak sederhana. Di baliknya berdiri Ibu Rasiyem, perempuan paruh baya dari Desa Rambatan Kulon, Blok Pecuk, Kecamatan Sindang. Sejak lebih dari 20 tahun lalu, ia setia berjualan kue tradisional khas Indramayu, salah satunya yang kini makin langka: blengep.

Dengan harga hanya Rp3.000 untuk empat potong, blengep bukan sekadar kudapan pagi. Ia adalah kenangan masa kecil, rasa yang akrab, dan simbol keuletan yang perlahan tergerus zaman.

“Kalau pagi-pagi begini, blengep paling laris,” tutur Ibu Rasiyem ramah, sambil melayani pembeli yang sudah antre sejak matahari baru terbit.

Kue Sederhana, Rasa Istimewa

Blengep terbuat dari tepung ketan, gula merah, dan parutan kelapa. Teksturnya lembut, manisnya pas, dan aromanya khas. Dulu, kue ini mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Kini, tinggal segelintir orang yang masih menjajakannya.

“Anak-anak muda sekarang lebih suka kue kekinian. Padahal dulu, blengep ini makanan favorit orang-orang,” katanya dengan senyum tipis.

Namun Ibu Rasiyem tak hanya menjual blengep. Di gerobaknya juga ada geblog putih dan ireng, blencong isi pisang atau tape, ketan abang dan ireng, hingga candil legit yang menggoda. Semuanya buatan sendiri, tanpa bahan pengawet—dibuat dini hari dengan resep warisan keluarga.

Bertahan di Tengah Gempuran Zaman

Ibu Rasiyem bukan sekadar pedagang. Ia adalah penjaga rasa, pelestari budaya kuliner, dan simbol ketekunan. Ia tak pernah berpindah tempat. Setiap hari, dari pukul 07.00 hingga 09.00 pagi, ia mangkal di titik yang sama. Pelanggannya tetap, sebagian bahkan sudah menjadi langganan turun-temurun.

“Selama masih kuat, saya akan terus jualan. Senang kalau masih ada yang suka kue tradisional. Mudah-mudahan nanti ada yang mau nerusin,” harapnya sambil merapikan dagangannya.

Kearifan Lokal di Ujung Gerobak

Wawancara ini menjadi bagian dari kegiatan Bimbingan Teknis Kepenulisan Berbasis Kearifan Lokal yang membuka mata saya: bahwa pelestarian budaya tak selalu berbentuk megah. Kadang, ia hadir dalam potongan kecil kue blengep yang dijajakan di pinggir jalan.

Ibu Rasiyem adalah pengingat bahwa budaya bisa tetap hidup—asal ada yang mau menjaga, mencintai, dan menceritakannya kembali. Dan selagi pagi di Karangturi masih dihiasi gerobak kecil miliknya, kita percaya: warisan rasa Indramayu belum benar-benar punah.

Redaksi AswinNews, Indramayu, 10 Juni 2025


Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *