Aswinnews.com , (8 Mei 2025) ~ Di tengah dunia pendidikan yang kian multikultural, cross-cultural education atau pendidikan lintas budaya menjadi kunci dalam membentuk generasi toleran dan berempati. Tanpa pemahaman lintas budaya, ruang belajar berisiko menjadi ladang kesalahpahaman dan konflik sosial.
Kehidupan di ruang kelas masa kini tidak lagi homogen. Para siswa dan mahasiswa datang dari latar belakang budaya yang sangat beragam—dari pelosok desa yang menjunjung tinggi adat istiadat, hingga pusat kota yang sarat dinamika dan keragaman. Perbedaan cara pandang, nilai hidup, dan kebiasaan menjadi tantangan sekaligus potensi yang bisa dimanfaatkan dunia pendidikan.
Menurut James A. Banks (2006), pakar pendidikan multikultural, kurikulum dan metode pengajaran perlu mengintegrasikan perspektif budaya yang beragam, bukan untuk menyeragamkan, melainkan untuk menumbuhkan penghargaan terhadap perbedaan sebagai bagian dari kekayaan bersama. Tanpa pendekatan ini, keberagaman justru dapat memunculkan sekat sosial yang menghambat proses belajar.
Pentingnya toleransi dalam pendidikan lintas budaya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan empati. Daniel Goleman (2006) melalui teori Social Intelligence, menekankan bahwa empati adalah komponen penting dalam kecerdasan sosial.
Seseorang yang mampu memahami dan merasakan sudut pandang orang lain akan lebih mudah membangun hubungan positif dalam lingkungan majemuk.
Penelitian Chiu, Mallorie, dan Hong (2013) yang dimuat dalam Journal of Cross-Cultural Psychology mendukung hal ini. Studi tersebut menemukan bahwa individu dengan pengalaman lintas budaya menunjukkan empati dan fleksibilitas sosial yang lebih tinggi—modal penting dalam menciptakan harmoni di tengah keberagaman.
Di sisi lain, peran guru dan dosen menjadi semakin strategis. Geneva Gay (2010), pelopor Culturally Responsive Teaching, menegaskan bahwa pendidik harus memahami latar belakang budaya peserta didik dan menyesuaikan metode ajarnya secara inklusif. Materi yang kontekstual, penggunaan bahasa yang merangkul semua kalangan, serta suasana kelas yang aman menjadi fondasi dalam menciptakan ruang belajar yang sehat secara sosial dan emosional.
Pendidikan lintas budaya bukan lagi pilihan, tetapi sebuah kebutuhan mendesak. Di era global yang menghubungkan individu dari berbagai penjuru dunia, generasi muda perlu diperlengkapi bukan hanya dengan kemampuan akademik, tetapi juga kecerdasan sosial dan budaya. Sikap toleran dan empatik adalah bekal utama untuk menjadi agen perdamaian dalam masyarakat yang plural.
Sebagai bagian dari ikhtiar membangun ruang pendidikan yang inklusif dan berkeadaban, Himpunan Pendidik dan Pengajar Muda Indonesia (HIPPMI) mengajak para pendidik untuk bersama-sama memperkuat peran pendidikan sebagai jembatan pemersatu bangsa.
“Mendidik untuk Negeri, Berkarya untuk Bangsa “Dr. Hardika Prayudi Styawan, M.Pd., M.M. Inisiator Himpunan Pendidik dan Pengajar Muda Indonesia (HIPPMI)
Penulis Cak Kis, | Media Aswinnews.com
(Editor : Kenzo)