Oleh: Dr. H. Aguslani Mushlih, M.Ag
Dalam kitab Nashoihul ‘Ibad, terdapat sabda agung Rasulullah SAW yang menjadi mutiara hikmah bagi setiap insan beriman:
لكل عمل دعامة ودعامة عمل المرء عقله٫ فبقدر عقله تكون عبادته لربه.
“Setiap amal memiliki tiang penyangga. Dan penyangga amal perbuatan manusia adalah akalnya. Maka, sesuai kadar akalnya, demikian pula kadar ibadahnya kepada Rabb-nya.”
Hadis ini mengajarkan kepada kita sebuah prinsip dasar dalam beragama: bahwa akal adalah fondasi amal. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin terbiasa menilai amal dari jumlah dan bentuknya. Namun, Rasulullah SAW mengarahkan perhatian kita kepada sisi terdalam amal—yaitu niat, pemahaman, dan kesadaran yang lahir dari akal yang sehat.
Akal bukan hanya alat berpikir, tetapi juga cahaya yang menerangi jalan ibadah. Ia menjadi pemandu agar amal tidak menyimpang, agar ibadah tidak hanya sebatas gerakan lahiriah tanpa makna. Ibadah yang dilandasi akal akan membawa kekhusyukan, keikhlasan, dan kedalaman spiritual yang hakiki.
Inilah mengapa dalam tradisi keilmuan Islam, menuntut ilmu dan mengasah akal adalah bagian dari ibadah. Orang yang berilmu dipuji derajatnya oleh Allah SWT, karena dengan akalnya ia mampu memahami perintah, memaknai larangan, serta menjalankan ibadah dengan penuh kesadaran.
Sebaliknya, ibadah tanpa akal—meskipun banyak jumlahnya—berisiko menjadi ritual tanpa ruh. Akal yang tumpul dapat menjerumuskan seseorang dalam rutinitas tanpa makna, bahkan kadang menjadikan amalnya jauh dari nilai-nilai keikhlasan.
Maka dari itu, sebagai umat yang ingin semakin dekat kepada Allah SWT, marilah kita jadikan akal sebagai pilar dalam setiap amal. Renungkan, pahami, dan hayati ibadah kita. Jangan hanya mengandalkan kebiasaan, tetapi hadirkan akal dan hati dalam setiap gerakan dan lafaz yang kita lantunkan.
Semakin tinggi pemahaman, semakin tinggi nilai ibadah. Inilah yang membedakan antara hamba yang sadar dengan hamba yang sekadar menggugurkan kewajiban. Rasulullah SAW telah menegaskan, ibadah sejati adalah yang ditopang oleh akal yang tercerahkan.
Akhirnya, semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang senantiasa menggunakan akal dalam beramal, beragama dengan ilmu, dan beribadah dengan kesadaran. Karena pada hakikatnya, amal yang bernilai di sisi Allah adalah amal yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan pemahaman.
Cianjur,10/04/2025
—