Puasa Ramadhan, Pulang Mudik Saat Lebaran Dengan Gema Takbir di Desa Adalah Kenikmatan Spiritual Yang Langka
Oleh : Jacob Ereste
Wartawan Lepas
Makna kemenangan setelah menunaikan ibadah puasa selama bulan Ramadhan adalah bersikap tawaddu yang lebih khusuk, yaitu sikap batin yang senantiasa diwujudkan secara proporsional dan wajar. Tidak berlebihan. Karena dalam menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan itu capaiannya adalah semakin pasrah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT sebagai penguasa tinggal jagat raya dan seisinya.
Karena itu kesederhanaan sikap dan perbuatan hingga tidak menyinggung dan merugikan orang lain, harus dihindari. Demikian juga dengan sikap sombong, tinggi hati, jumawa, pamer serta berperilaku hidup secara berlebihan, harus dan wajib ditekan agar menjadi sikap yang bersahaja, rendah hati, pemurah, pemaaf serta penyabar dengan cara membatasi diri melalui tata cara pelaksanaan ibadah puasa yang disiplin dan taat, patuh dengan tatanan etika, moral serta akhlak yang telah ditentukan oleh Allah SWT secara langsung maupun tidak langsung melalui para Nabi serta Rasulnya melalui berbagai contoh tindakan nyata seperti yang diteruskan oleh para ulama.
Karena itu, seusai menunaikan ibadah puasa yang bersifat wajib pada bulan Ramadhan, perbaikan perilaku dan semakin berkualitas serta dapat mendatangkan banyak manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk makhluk yang lain termasuk perlakuan yang baik terhadap alam lingkungan yang merupakan representasi dari keberadaan Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta jagat raya ini. Begitulah pakem dari pijakan agama para leluhur suku bangsa Nusantara yang kemudian bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, percaya pada ikatan yang tidak bisa dipisahkan antara manusia dengan alam serta Tuhan yang menjadi titik pusat dari manusia dan alam sebagai ciptaan-Nya.
Pelaksanaan ibadah puasa selama bulan Ramadan sangat relevan menjadi suatu kewajiban dalam kurun setahun, semacam upaya untuk memeriksa ulang banyak hal yang salah atau keliru dalam perilaku sehari-hari. Sehingga tidak sedikit diantara para pelaku spiritual menganggap penting untuk melakukan puasa tambahan atau sisipan diantara hari-hari biasa dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab hikmah puasa — seperti yang kerap dilakukan oleh semua umat beragama yang ingin meningkatkan kualitas dan kecerdasan spiritualnya melakukan puasa, atau bahkan diimbuhi dengan tirakat, sebagai bagian dari laku spiritual untuk mencapai tingkatan tertentu yang berkaitan dengan kualitas dan kapasitas kemampuan dan kecerdasan spiritual yang tak mungkin diperoleh melalui lembaga pendidikan formal yang ada.
Oleh karena itu jalan tirakat sebagai bagian dari laku spiritual dalam upaya untuk melatih hawa nafsu agar tidak luar serta dapat dikendalikan, guna mencapai tujuan tertentu yang lebih baik bagi dirinya sendiri maupun bisa memberi manfaat bagi orang lain. Adapun cara melakukan tirakat bisa dilakukan dengan berpuasa, berpantang, menahan diri untuk lebih sabar dan tawakal — berserah diri kepada Yang Maha Kuasa — tidak berarti menyerah tanpa usaha yang terbaik, tapi menyadari bahwa kekuasaan dan kemampuan manusia sungguh terbatas. Karena kehendak Allah SWT seperti termuat dalam Al Qur’an dalam Surat Ibrahim ayat 11-12 bahwa Allah akan memberi karunia kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Artinya, pemahaman terhadap kesadaran bahwa segala sesuatunya atas izin Allah, sedang manusia hanya dapat berusaha dan memperjuangkan saja apa yang diinginkan.
Begitulah peran tawakal — seperti ibadah puasa selama bulan Ramadan yang sangat diyakini dan dipercaya memberi banyak syafaat. Adapun hakekat puasa pada bulan Ramadhan dalam pengertian tawakal dan ikhtiar dalam keyakinan laku spiritual untuk dapat semakin mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, sebagai bagian dari capaian keyakinan dan keimanan, sehingga puasa sebagai rangkaian dari laku spiritual yang telah tunai dilaksanakan dengan capaian batin yang Fitri, wajar dan patut untuk dirayakan seperti yang kita maknai dalam pengertian lebaran. Dan dari tawakal yang merasuk ke dalam lubuk hati itulah ketenangan jiwa dan kepuasan batin diekspresikan dalam beragam ujud pemberian zakat fitrah, sedekah dan berbagi ekspresi kebahagiaan dalam berbagai bentuk yang lain.
Pada tahapan serupa inilah kualitas hidup dan kemampuan untuk menghadapi beragam bentuk dan model masalah bisa dihadapi dengan hati yang jernih dan tenang. Lantaran makna lebaran itu dalam pengertian dan pemahaman awam ialah, melebarnya hati dan kesabaran dalam menghadapi lika-liku hidup di dunia agar dapat tenang dan senang dalam rasa riang gembira serta berbahagia untuk sampai ke akhirat.
Sementara ekspresi kegembiraan dan kebahagiaan dari tunainya ibadah puasa itu pun tidak sedikit diantaranya yang dibawa pulang mudik ke kampung halaman. Beragam bingkisan dan hadiah lebaran pun dibagi dan ditebarkan agar kegembiraan serta kebahagiaan dapat juga dinikmati oleh sanak saudara dan anggota keluarga. Artinya, hakekat mudik itu sendiri tidak hanya sekedar kangen terhadap kampung halaman dan keluarga semata. Seperti lantunan takbir dan pujian yang bergema di langit, lamat-lamat semburat dari surau kampung yang senyap itu menjadi kenikmatan tersendiri yang tak pernah dapat dijumpai di kota. Maka sungguh berbahagialah untuk mereka yang dapat kesempatan pulang kampung, menikmati suasana lebaran di desa dengan riang gembira. Tidak seperti kita yang mungkin merana dan tersiksa di kota.
Banten, 31 Maret 2025
—