Artikel/Opini

Filosofi Tradisi Mudik dan Lebaran Gelap 2025

Filosofi Tradisi Mudik dan Lebaran Gelap 2025

Oleh : H. Sujaya, S. Pd. Gr.
(Dewan Penasihat DPP Asosiasi Wartawan Internasional -ASWIN)

Hari raya Idul Fitri 1446 Hijriah atau Lebaran 202 bagi umat Islam Indonesia merupakan momen yang sangat penting dan dianggap sakral untuk kembali ke kampung halaman bertemu dengan keluarga, kerabat dan handai tolan.

Namun, mudik tahun ini diperkirakan tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya.
Beragam data menunjukkan ekonomi Indonesia tengah lesu sehingga mempengaruhi kemeriahan Ramadan hingga diprediksi sampai Lebaran tahun 2025 ini. Pemudik lebaran tahun ini jutaan keluarga tak mampu mudik lebaran. Menurut CNBC Indonesia pemudik lebaran tahun ini jumlah pergerakan masyarakat mengalami penurunan dari 193.600.000. menjadi 146.480.000.

Pertanyaan mendasar mengapa tradisi mudik begitu penting dan sakral bagi umat Islam Indonesia, karena tradisi mudik umumnya hanya dikenal pada masyarakat Muslim Indonesia dan sebagian rumpun Melayu.

*A. Filosofi Tradisi Mudik Lebaran*

Mudik merupakan tradisi yang sudah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia, terutama saat Idul Fitri. Filosofinya mencerminkan beberapa nilai penting diantaranya :

1.Silaturahmi dan Kembali ke Akar.
Mudik bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual untuk kembali ke keluarga dan asal-usul. Ini memperkuat hubungan sosial dan mempererat tali persaudaraan.

2.Maaf dan Rekonsiliasi
Momen Idul Fitri menjadi waktu yang tepat untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan yang mungkin renggang.

3.Nilai Pengorbanan dan Perjuangan
Mudik sering kali penuh tantangan, baik dari segi biaya, kemacetan, maupun kelelahan. Namun, semua itu dijalani dengan semangat demi bertemu keluarga tercinta.

*B. “Lebaran Gelap” 2025*

Makna lebaran dalam masyarakat Muslim Indonesia dan rumpun Melayu sangat dalam dan men- tradisi. Jadi budaya mudik seolah sudah menjadi suatu keharusan.

Lebaran, yang dirayakan sebagai Idul Fitri, memiliki makna yang sangat mendalam, baik dari segi spiritual, sosial, maupun budaya. Kata “Lebaran” sendiri berasal dari bahasa Jawa, yang memiliki beberapa interpretasi filosofis:

1.”Luberan” (Melimpahnya Rahmat dan Keberkahan)
Lebaran melambangkan limpahan rahmat dan keberkahan setelah menjalani ibadah puasa Ramadan. Umat Islam percaya bahwa di hari Idul Fitri, mereka kembali dalam keadaan suci seperti bayi yang baru lahir.

2.”Lebar” (Terbukanya Pintu Maaf)
Tradisi saling bermaafan (halalbihalal) menjadi bagian penting dari Lebaran. Ini menunjukkan bahwa Idul Fitri bukan hanya tentang kemenangan spiritual tetapi juga tentang memperbaiki hubungan sosial dan menyucikan hati dari kesalahan masa lalu.

3.”Laburan” ( Mensuci
kan Diri)
Dalam tradisi Jawa, labur berarti putih atau bersih. Lebaran menjadi simbol pembersihan jiwa setelah menjalani puasa dan meningkatkan keimanan kepada Tuhan.

4.”Lebar-an” (Akhir dari Perjuangan Puasa)
Puasa selama sebulan penuh diibaratkan sebagai perjalanan panjang penuh ujian. Lebaran menandai keberhasilan melewati ujian tersebut dan kembali kepada fitrah (kesucian).

Istilah “Lebaran Gelap 2025” merujuk pada perayaan Idul Fitri tahun ini yang diprediksi lebih lesu akibat kondisi ekonomi yang sulit.

Kondisi ekonomi yang melemah dapat berdampak pada berbagai aspek perayaan Idul Fitri, termasuk tradisi mudik dan konsumsi masyarakat selama Ramadan dan Lebaran. Jika daya beli masyarakat menurun akibat inflasi, PHK, atau faktor ekonomi lainnya, kemungkinan besar pengeluaran untuk mudik, oleh-oleh, dan perayaan akan berkurang.

Beberapa faktor yang mempengaruhinya:

1.Daya Beli Menurun Inflasi, PHK, dan ketidakpastian ekonomi membuat masyarakat lebih hemat dalam belanja Lebaran.

2.Mudik yang Berkurang
Biaya transportasi yang mahal dan tekanan ekonomi membuat lebih banyak orang memilih untuk tidak mudik.

3.Perayaan yang Lebih Sederhana
Jika sebelumnya Lebaran identik dengan makanan melimpah, pakaian baru, dan hadiah, tahun ini mungkin lebih sederhana.

Namun, meskipun Lebaran tahun ini tidak semeriah biasanya, esensi Idul Fitri tetap ada: kebersamaan, introspeksi, dan ketulusan dalam menjalin hubungan. Kesederhanaan justru bisa menjadi momen refleksi bahwa Idul Fitri bukan soal kemewahan, tetapi soal hati yang kembali suci.

Indramayu. 28/3/2025

Nuryaji

Recent Posts

Puasa Ramadan,Pulang Mudik Saat Lebaran Dengan Gema Takbir di Desa Adalah Kenikmatan Spiritual Yang Langka

Puasa Ramadhan, Pulang Mudik Saat Lebaran Dengan Gema Takbir di Desa Adalah Kenikmatan Spiritual Yang…

2 jam ago

Masjid Al Mutmainnah,Musala Al Ikhlas dan MAN 1 Sabet Juara 1 Pawai Takbir Idul Fitri 1446 H

Masjid Al Mutmainnah, Musala Al Ikhlas, dan MAN 1 Sabet Juara 1 Pawai Takbir Idul…

5 jam ago

Remaja Masjid Al-Huda Kudap Kembali Rebut Juara 1 Festival Lampu Colok Tahun 2025

Remaja Mesjid Al-Huda Kudap Kembali Rebut Juara 1 Festival Lampu Colok Tahun 2025MERANTI - ASWINNEWS.COM…

5 jam ago

Semarak Idul Fitri 1446 H,Desa Jangkang Gelar Pawai Takbir Keliling

Semarak Idulfitri 1446 H, Desa Jangkang Gelar Pawai Takbir KelilingBENGKALIS –ASWINNEWS.COM – Suasana malam takbiran…

9 jam ago

” Khutbah Idul Fitri 1446 H,Masjid Alfataa Desa Segeran Kidul Indramayu “

Khutbah Idul Fitri 1446 H di Masjid Alfataa Desa Segeran Kidul Juntinyuat Indramayu tgl 1…

9 jam ago

Tradisi Halal Bihalal Menelusuri Asal Usul,Makna dan Ukhuwah Islamiyah

Tradisi Halal Bihalal: Menelusuri Asal Usul, Makna, dan Ukhuwah Islamiyah Oleh : H. Sujaya, S.…

10 jam ago