Daya Saing Global Ilmu dan Teknologi Dunia dan Tingginya Lulusan STEM
Oleh : H. Sujaya, S. Pd. Gr.
( Dewan Penasihat DPP Asosiasi Wartawan Internasional – ASWIN)
Menurut Data tahun 2020 yang dirangkum oleh World Population Review dan The Center for Security and Engineering Technology (CSET) Wals School of Foreign Service dari Georgetown University Washington DC Amerika, negara Indonesia masuk 10 negara terbesar sebagai negara penghasil lulusan sarjana rumpun bidang STEM (Science Technology Engineering and Math ).
Inilah data urutan top negara dengan lulusan STEM terbanyak, yaitu :
1. China
2. Rusia
3. Jerman
4. Irak
5. India
6. Perancis
7. Meksiko
8. USA
9. Indonesia
10. Jepang
11. Brazil
Kemudian pada periode berikutnya terjadi perubahan posisi STEM yang pada awalnya didominasi negara-negara Eropa yaitu Rusia, Jerman, Inggris dan Perancis, karena terus berubah dan disusul dengan dominasi pemain baru STEM di Asia seperti China, India, Jepang, Korea Selatan, juga bangkitnya negara-negara anggota BRICS yaitu Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
Indonesia memang masuk menjadi salah satu negara dengan jumlah lulusan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) yang besar, tetapi ironinya daya saing ilmu dan teknologi Indonesia di tingkat global masih tertinggal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan masalah ini:
1.Kualitas Pendidikan STEM yang Belum Merata
Meskipun jumlah lulusan STEM besar, kualitas pendidikan di berbagai perguruan tinggi masih bervariasi. Banyak universitas yang belum memiliki standar pendidikan dan penelitian yang setara dengan negara maju. Kurangnya fasilitas laboratorium, akses terhadap teknologi mutakhir, serta keterbatasan tenaga pengajar berkualitas menjadi kendala utama.
2.Minimnya Riset dan Inovasi
Daya saing teknologi suatu negara sangat bergantung pada riset dan inovasi. Sayangnya, anggaran riset dan pengembangan (R&D) di Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 0,28% dari PDB, jauh dibandingkan negara maju seperti Korea Selatan (4,8%) atau Amerika Serikat (3%). Ini menyebabkan inovasi dan pengembangan teknologi berjalan lambat.
3.Kurangnya Keterkaitan dengan Industri
Banyak lulusan STEM yang sulit terserap dalam industri karena ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Banyak perusahaan masih lebih memilih tenaga kerja asing karena dianggap lebih siap dan kompeten.
4.Brain Drain
Lulusan Berkualitas Lebih Memilih ke Luar Negeri
Banyak sarjana STEM terbaik Indonesia yang memilih bekerja atau melanjutkan studi di luar negeri karena kurangnya peluang, gaji yang lebih rendah, dan keterbatasan fasilitas riset di dalam negeri. Akibatnya, potensi besar yang dimiliki Indonesia malah berkontribusi bagi negara lain.
5.Kurangnya Ekosistem Startup dan Teknologi Lokal
Negara-negara maju seperti AS, China, dan Korea Selatan memiliki ekosistem startup teknologi yang kuat. Di Indonesia, meskipun ada startup unicorn, sebagian besar masih bergerak di bidang layanan digital dan e-commerce, bukan di bidang deep tech seperti kecerdasan buatan (AI), bioteknologi, atau manufaktur teknologi tinggi.
Jadi meskipun Indonesia menghasilkan banyak lulusan STEM, daya saing ilmu dan teknologi masih lemah karena kurangnya investasi di riset, ketidaksesuaian dengan kebutuhan industri, serta minimnya dukungan terhadap inovasi dan ekosistem teknologi. Jika Indonesia ingin bersaing di tingkat global, perlu ada reformasi pendidikan, peningkatan dana riset, serta pembangunan industri berbasis teknologi agar lulusan STEM bisa berkontribusi lebih maksimal di dalam negeri.
*Solusi Pemecahan Masalah*
Untuk meningkatkan daya saing ilmu dan teknologi Indonesia di tingkat global, diperlukan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
1.Perlunya Reformasi Pendidikan STEM
a. Kurikulum yang Lebih Relevan
Menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri, termasuk pemanfaatan teknologi terbaru seperti AI, IoT, robotika, dan bioteknologi.
Meningkatkan pendidikan berbasis proyek (project-based learning) agar mahasiswa lebih siap dalam penerapan teori ke dunia kerja.
b. Peningkatan Kualitas Tenaga Pengajar
Mengirim dosen dan guru STEM ke luar negeri untuk belajar dari sistem pendidikan yang lebih maju.
Mengadakan program sertifikasi industri bagi tenaga pengajar agar lebih paham kebutuhan pasar kerja.
c. Fasilitas dan Infrastruktur Teknologi
Meningkatkan kualitas laboratorium di perguruan tinggi dan sekolah vokasi.
Memberikan akses lebih luas terhadap perangkat lunak dan peralatan teknologi terkini.
2.Meningkatkan Anggaran Riset dan Pengembangan (R&D)
Meningkatkan investasi R&D dari 0,28% PDB menjadi setidaknya 1-2% dalam lima tahun ke depan.
Mendorong kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah untuk mendanai riset yang dapat diimplementasikan secara nyata.
Memberikan insentif bagi perusahaan swasta yang berinvestasi dalam penelitian dan inovasi teknologi.
3.Membangun Keterkaitan antara Pendidikan dan Industri
Magang Wajib dan Link-and-Match
Mengharuskan mahasiswa STEM menjalani magang di industri teknologi sebelum lulus.
Menjalin kerja sama erat antara universitas dan perusahaan teknologi dalam pengembangan kurikulum dan penelitian bersama.
Program Startup Teknologi di Kampus.
Mendorong mahasiswa untuk mengembangkan inovasi melalui program startup berbasis riset.
Menyediakan inkubator bisnis di universitas yang terintegrasi dengan perusahaan teknologi global.
4.Mengurangi Brain Drain dan Meningkatkan Brain Gain
Meningkatkan Gaji dan Fasilitas bagi Peneliti dan Ahli Teknologi.
Memberikan insentif berupa gaji yang kompetitif, pendanaan riset yang stabil, serta akses terhadap peralatan modern agar ilmuwan tidak hijrah ke luar negeri.
Membuka Peluang untuk Diaspora Indonesia.
Mengundang kembali ilmuwan dan profesional Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan menawarkan program hibah riset, jabatan akademik, atau proyek nasional yang menarik.
Memberikan Beasiswa dengan Kontrak Kontribusi.
Mahasiswa yang mendapat beasiswa luar negeri diwajibkan mengabdi di Indonesia selama beberapa tahun setelah lulus.
5.Membangun Ekosistem Startup dan Industri Teknologi Lokal
Mendukung Startup Deep Tech.
Pemerintah harus mendorong pengembangan startup berbasis teknologi canggih, seperti AI, energi terbarukan, dan manufaktur teknologi tinggi, bukan hanya e-commerce atau fintech.
Zona Industri Teknologi dan R&D Hub.
Membangun kawasan industri khusus untuk penelitian dan pengembangan teknologi di berbagai daerah, terinspirasi dari Silicon Valley atau Shenzhen.
Dukungan Pendanaan dan Regulasi yang Ramah.
Membantu startup mendapatkan pendanaan dari investor lokal maupun asing.
Regulasi yang mendukung inovasi, seperti kebijakan pajak dan kemudahan paten teknologi.
6.Digitalisasi dan Transformasi Teknologi di Berbagai Sektor
Mendorong adopsi teknologi di berbagai sektor industri seperti pertanian, manufaktur, kesehatan, dan energi.
Pemerintah sebagai Role Model Digitalisasi dengan menerapkan teknologi canggih dalam pelayanan publik dan infrastruktur.
*Kesimpulan*
Jika langkah-langkah di atas diterapkan secara konsisten, Indonesia bisa meningkatkan daya saing global di bidang ilmu dan teknologi. Kunci keberhasilannya terletak pada reformasi pendidikan, investasi R&D, sinergi industri, pencegahan brain drain, pengembangan startup teknologi, dan transformasi digital nasional. Dengan strategi ini, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam inovasi teknologi dunia.
Indramayu. 27/3/2025
—