Sekolah Rakyat Dan Masa Depan Pendidikan: Solusi Nyata Atau Sekadar Proyek Anggaran?
Penulis,AbahRoy
Rencana pemerintah Prabowo untuk membuka kembali Sekolah Rakyat (SR) seharusnya menjadi kabar baik bagi dunia pendidikan.
Namun, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah ini benar-benar solusi atau hanya proyek baru yang membuka peluang pembengkakan anggaran? Jika tujuan utamanya adalah memberikan akses pendidikan bagi masyarakat miskin dan anak putus sekolah, mengapa tidak memperbaiki Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang sudah ada?
Pemerintah dan DPR tampaknya lebih sibuk menciptakan program baru daripada memperkuat sistem yang telah berjalan.
SD dan MI masih menghadapi banyak masalah fundamental, mulai dari fasilitas yang minim, kesejahteraan guru yang belum memadai, hingga biaya-biaya tersembunyi yang tetap membebani orang tua meskipun disebut “gratis.” Alih-alih menciptakan SR sebagai solusi instan, seharusnya fokus diberikan pada perbaikan sekolah yang sudah ada.
Sekolah Rakyat vs. Madrasah Ibtidaiyah, Dampak dan Tantangan
Di tengah kemunculan SR, posisi Madrasah Ibtidaiyah (MI) bisa ikut terdampak.
Sebagai bagian dari sistem pendidikan Islam di bawah Kementerian Agama, MI memiliki basis yang kuat, tetapi tetap menghadapi tantangan besar jika SR dijadikan program unggulan pemerintah.
Ada beberapa potensi dampak yang perlu diperhatikan:
1. Persaingan dalam Menarik Siswa
Jika SR digratiskan sepenuhnya dengan fasilitas memadai, bisa jadi orang tua yang kesulitan ekonomi lebih memilih SR daripada MI swasta yang masih membebankan biaya.
Ini bisa mengurangi jumlah siswa MI, terutama madrasah kecil yang belum mendapatkan dukungan dana operasional yang cukup.
2. Dampak terhadap Anggaran Madrasah
Jika pemerintah berfokus pada SR, apakah alokasi anggaran untuk madrasah akan dikurangi?
MI negeri memang sudah mendapat bantuan dari pemerintah, tetapi banyak MI swasta yang masih bergantung pada dana mandiri.
3. Perubahan Persepsi Masyarakat
SR bisa menjadi alternatif bagi mereka yang ingin pendidikan gratis, tetapi tanpa fokus agama.
Jika SR terbukti lebih menarik dari sisi fasilitas dan program, masyarakat bisa beralih, dan ini bisa melemahkan peran madrasah dalam sistem pendidikan nasional.
Solusi yang Seharusnya Ditempuh
Daripada membuat program baru yang berpotensi menjadi ajang pemborosan anggaran, pemerintah seharusnya fokus pada hal-hal berikut:
1. Memastikan SD dan MI benar-benar gratis tanpa pungutan liar.
Banyak SD dan MI masih membebankan biaya seragam, buku, atau iuran kegiatan yang memberatkan orang tua. Jika pendidikan dasar mau diperbaiki, hapus semua beban ini.
2. Meningkatkan kualitas guru dan fasilitas sekolah.
Pendidikan bukan hanya soal jumlah sekolah, tapi bagaimana meningkatkan mutu pengajaran dan kesejahteraan guru.
SD, MI, dan sekolah lainnya harus mendapatkan anggaran yang cukup untuk renovasi, alat belajar, dan teknologi pendidikan.
3. Mengawasi penggunaan anggaran pendidikan.
Jangan sampai program seperti SR hanya menjadi proyek baru yang lebih banyak menyerap anggaran untuk rapat, perjalanan dinas, dan administrasi tanpa hasil nyata.
Setiap dana pendidikan harus benar-benar digunakan untuk kepentingan siswa, bukan untuk kepentingan birokrat.
Kesimpulan Kebijakan yang Perlu Dikawal
Jika Sekolah Rakyat hanya dijadikan alat politik atau proyek mercusuar tanpa perbaikan sistemik, maka ini bukanlah solusi, melainkan hanya cara lain untuk menghamburkan anggaran.
Pemerintah harus berhati-hati agar keberadaan SR tidak justru melemahkan SD dan MI yang sudah ada.
Pendidikan yang baik tidak membutuhkan proyek-proyek baru yang megah, tetapi keberpihakan nyata kepada rakyat.
Jika pemerintah benar-benar ingin membangun pendidikan yang berkualitas, mereka harus mulai dari perbaikan yang sudah ada, bukan terus menambah program tanpa evaluasi.
Kota Cirebon,24/03/2025
—