Peta Konflik Politik Indramayu Pasca Pelantikan Bupati Luki Hakim dan Wakil Bupati Saefudin
Peta Konflik Politik Indramayu Pasca Pelantikan Bupati Luki Hakim dan Wakil Bupati Saefudin
Oleh: H. Dudung Badrun, S.H., M.H. ( Praktisi Hukum & Pengamat Politik )
Pilkada Indramayu 2024 telah usai, namun dinamika politik di daerah ini masih terus bergerak. Dengan terpilihnya Luki Hakim dan Saefudin sebagai Bupati dan Wakil Bupati Indramayu, peta kekuatan di DPRD serta arah kebijakan pemerintahan daerah mulai terlihat jelas.
Hasil Pilkada menunjukkan bahwa pasangan Luki Hakim-Saefudin (Paslon 2) meraih 67,61% suara (602.286 suara), unggul jauh dari dua pasangan lainnya:
Paslon 1 (BH KB) yang diusung Partai Golkar dan Gerindra (total 20 kursi DPRD) hanya memperoleh 6,89% suara (61.411 suara).
Paslon 3 (Nina-Tobroni) yang didukung PDIP (12 kursi), PKB (10), Demokrat (2), Perindo (1), serta PSI, PPP, dan Partai Ummat, mendapatkan 25,50% suara (227.125 suara).
Namun, kemenangan di Pilkada tidak otomatis menjamin stabilitas pemerintahan bagi Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
Dinamika Politik di DPRD: Tantangan Bupati dan Wakil Bupati
Direktur PKSP, Oo d’Alambaka, dalam sebuah podcast politik memprediksi bahwa pasangan Luki Hakim-Saefudin akan kesulitan dalam merealisasikan program kerja dan visi-misi mereka dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Alasannya, partai pengusung mereka hanya memiliki 5 kursi (10%) di DPRD, sementara mayoritas parlemen dikuasai oleh partai yang mendukung Paslon 1 dan 3, dengan total 90% kursi DPRD Indramayu.
Namun, analisis ini bisa dikatakan kurang tepat jika dilihat dari realitas politik yang lebih luas. Politik tidak hanya sekadar angka di DPRD, tetapi lebih kepada siapa yang memegang kendali, mengerjakan apa, dan mendapatkan apa.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konflik politik pasca-pelantikan ini adalah:
1. Politik adalah tentang Kepentingan, Bukan Sekadar Koalisi
Dalam dunia politik, tidak ada kawan maupun lawan yang abadi—yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Meskipun mayoritas kursi DPRD berasal dari partai yang tidak mengusung Luki-Saefudin, bukan berarti semua fraksi akan otomatis menjadi oposisi. Kepentingan politik, khususnya terkait APBD Indramayu yang mencapai lebih dari Rp3 triliun, bisa menjadi alat negosiasi utama bagi Bupati untuk merangkul DPRD.
2. Posisi Wakil Bupati: Tantangan bagi Saefudin
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, peran utama dalam pemerintahan daerah ada di tangan Bupati, sedangkan Wakil Bupati lebih berfungsi sebagai “ban serep” atau pembantu Bupati dalam melaksanakan kebijakan.
Saefudin, yang bukan orang baru dalam politik Indramayu, memahami bahwa daya tawarnya di DPRD cukup rendah. Oleh karena itu, ia mengambil langkah strategis dengan mendominasi tim transisi pemerintahan, merekrut mantan petinggi birokrat Pemda Indramayu, serta melakukan konsolidasi dengan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) untuk membedah permasalahan daerah dan mencari solusi.
Langkah ini dilakukan saat Bupati Luki Hakim sedang mengikuti pembekalan di Magelang, sehingga memberikan kesempatan bagi Saefudin untuk mengamankan pengaruhnya di kalangan birokrat daerah.
3. Strategi Bupati Luki Hakim: Membangun Aliansi Kuat
Sementara itu, Bupati Luki Hakim juga tidak tinggal diam. Ia membentuk “Komite Mitra Pembangunan”, sebuah tim pemikir yang dikomandoi oleh Prof. Komarudin, Rektor Universitas Negeri Jakarta.
Tim ini diisi oleh akademisi dengan akses luas ke pemerintah pusat, sehingga memberikan keunggulan dalam aspek perencanaan strategis dan lobi politik di tingkat nasional. Ini berbeda dengan tim transisi Saefudin yang lebih berorientasi pada birokrasi lokal.
Selain itu, Luki Hakim juga melakukan pendekatan dengan fraksi-fraksi di DPRD. Upaya ini mulai membuahkan hasil karena anggota DPRD dan partai parlemen juga memiliki kepentingan dalam pengelolaan APBD Indramayu. Dengan dana triliunan rupiah yang dikelola Pemda, banyak pihak yang ingin memastikan bahwa kepentingan politik dan finansial mereka tetap terakomodasi.
Pergeseran Peta Konflik Politik: Bupati vs Wakil Bupati?
Jika sebelum pelantikan, konflik politik terlihat antara pasangan Luki-Saefudin vs. Nina-Tobroni dan BH KB, maka setelah pelantikan, konflik justru bergeser menjadi antara Bupati Luki Hakim dan Wakil Bupati Saefudin.
Perbedaan strategi dan perebutan pengaruh antara kedua pemimpin ini bisa berdampak pada efektivitas pemerintahan Indramayu ke depan.
Jika Luki Hakim berhasil membangun aliansi kuat dengan DPRD dan memanfaatkan pengaruh tim Komite Mitra Pembangunan, maka ia kemungkinan besar bisa menjalankan pemerintahannya hingga akhir masa jabatan dengan stabil.
Sebaliknya, jika terjadi disharmoni yang berlarut-larut antara Bupati dan Wakil Bupati, maka bisa muncul skenario politik yang lebih ekstrem—termasuk kemungkinan pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada Sunjaya Purwadisastra, mantan Bupati Cirebon.
Kesimpulan: Dinamika Politik Indramayu Masih Cair
Pasca pelantikan, peta konflik politik Indramayu masih dalam tahap dinamis dan cair. Kepiawaian Luki Hakim dan Saefudin dalam mengelola hubungan dengan DPRD, birokrasi, serta kekuatan politik lainnya akan menentukan apakah mereka bisa memimpin Indramayu hingga akhir masa jabatan atau justru terjebak dalam intrik politik yang dapat menggagalkan agenda pemerintahan mereka.
Indramayu kini memasuki babak baru dalam politik daerahnya. Siapa yang akan keluar sebagai pemenang dalam dinamika ini? Waktu yang akan menjawab.