Drama PHK Dalam Kondisi dan Situasi Ekonomi Yang Sulit Bagi Kaum Buruh Indonesia
Oleh : Jacob Ereste
Wartawan Lepas
Hampir seratus perusahaan di Indonesia yang tutup, alias guling tikar. Bila masing-masing perusahaan memberhentikan 500 orang pekerja, maka tak kurang dari 50.000 orang telah menjadi pengangguran yang terpaksa sibuk mencari kerja baru atau menciptakan pekerjaan sendiri.
Agaknya, karena itu pedagang kaki lima semakin marak muncul di sepanjang jalan, meski pembeli tidak seperti yang diharapkan, lantaran daya beli masyarakat pun amblas. Jadi penghematan alias mengencangkan ikat pinggang, persis seperti yang sudah dilakukan pemerintah. Artinya, bagi rakyat kebanyakan perlu melakukan super efisiensi alias ngirit. Sebab kondisi ekonomi Indonesia yang tengah sakit, tidak dapat dipastikan kapan waktunya akan pulih.
Sementara menurut pelaku usaha menengah di Indonesia masalah kesulitan ekonomi bisa semakin menjadi-jadi. Indikatornya dalam pengamatan Atlantika Institut Nusantara banyak orang kaya di Indonesia yang menjajakan asetnya untuk dijual, seperti yang terlihat dari berbagai perumahan hingga gedung pertokoan dan kantor yang menjajakan untuk dijual cepat tanpa perantara.
Memang bagi yang punya banyak duit, saatnya bisa berinvestasi dengan membeli rumah, gedung atau bahkan kendaraan roda dua maupun roda empat di showroom seperti harga lelang, jauh dibawah standar ketika kondisi ekonomi normal seperti biasanya.
Pabrik sepatu Bata misalnya yang sudah dikenal cukup tua dan berpengalaman dalam bidang usaha di Indonesia ikut bangkrut, bulan saja karena bahan baku sulit dan mahal diperoleh, tetapi — sekali lagi — daya beli masyarakat memang sedang merosot kepada titik yang paling rendah.
Pedagang makanan keliling di perumahan pun seperti sedang menghadapi kesuraman yang akut. Karena jatah uang jajan untuk anak-anak hingga cucu seperti sedang diaudit ulang yang tak juga jelas bilangannya, kecuali yang harus dicatat, yaitu agar tetap berhemat.
PT. Adatec, Agungtex, Alenatex, Apac Inti Corpora, Argo Pantes, Asia Pacific Fiber (Kaliwungu dan Karawang), Biratex, Centex Spining Mills, Chingluh, Danatex, Delta Merlin Tekstil II-Duniatex Group, Djoni Texindo, Dupantex, Efendi Texindo, Fotexco, Grand Best, Grand Pintalan hingga Grantex berhenti berproduksi alias tutup dan memutuskan hubungan kerja dengan karyawan.
Sejumlah perusahaan lain di daerah lain yang tidak terpantau dan terliput seluruhnya tak hanya mengurangi pekerjanya, karena tidak sedikit jumlah dari beragam perusahaan yang memproduksi beragam barang itu tutup total, tiada ada kepastian kapan akan dibuka kembali untuk menampung ratusan ribu pekerja yang menambah jumlah pengangguran di Indonesia sejak dia tahun terakhir hingga tahun 2025 sekarang ini.
Jumlah pekerja informal pun semakin banyak. Termasuk pelayanan jasa pengantaran barang maupun orang, baik dengan sepeda motor atau mobil yang bergabung dalam pelayanan online atau dilakukan sendiri untuk mendapatkan jasa antaran barang atau barang itu.
Tidak sedikit kaum buruh dari kawasan industri Bekasi, Depok hingga Tangerang yang memilih pulang ke kampung untuk sementara waktu sambil memanfaatkan uang pesangon yang diperoleh untuk menjalankan usaha bertani atau berkebun sehingga hasil panen petani — utamanya untuk buah-buahan — sangat meriah dan murah dijajakan di pasar. Demikian juga dengan bahan umbi-umbian, mulai dari singkong, ketela dan jagung bahkan buah blewah, sukun, nenas, bangkoang, alfukat, jambu batu Tampa isi, salak, melon, timun suri hingga labu siam dan mentimun memenuhi pasar tradisional serta pasar kaget yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan.
Suasana meriah di pasar tradisional ini jelas menunjukkan upaya pertahan ekonomi rakyat begitu gigih dan tangguh untuk tidak menyerah. Walaupun kondisi ekonomi kian bertambah susah.
Menurut para ahli ekonomi, ekspresi dari kegigihan rakyat ini menunjukkan fenomena dari pertahanan ekonomi nasional sudah berada diujung jalan terakhir untuk pulih atau berakhir dalam bentuk bencana yang sulit dirumuskan, hingga tidak dapat dipastikan bagaimana endingnya kemudian.
Kondisi dan situasi yang menegangkan ini mungkin tak sama persis seperti kisah simbolik drama klasik “Menunggu Godot” dari apa yang hendak dilukiskan Samuel Buckett. Padahal masalahnya sekarang tinggal kemampuan kita mengasosiasikan kondisi nyata pada hari ini seperti sedang menonton drama klasik Prancis En Attendant Godot itu yang tak pernah datang sebagai hiburan. Meski semua telah menjadi pembicaraan banyak orang seperti dialog serius antara Vladimir Didi dengan Estragon Gogo, maka drama PHK bagi kaum buruh dalam kondisi dan situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang, bisa dijadikan saat beristirahat, sejenak menghibur diri dari kepenatan dan kesuntukan yang harus kita lalui dan kita hadapi bersama.
Banten, 9 Maret 2025
—