Pembelajaran Berbasis Riset Kontekstual Wujudkan Siswa Cerdas, Kreatif dan Inovatif
Oleh : Sujaya, S.Pd. Gr.
(Dewan Penasehat DPP ASWIN)
Gubernur Jawa Barat dalam Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel menjelaskan konsep pembelajaran di sekolah diharapkan berbasis pada lingkungan dan riset. Beliau berharap pembelajaran mengarah kepada kegiatan produktif. Pengajaran berisi tentang bagaimana mengelola sumber daya alam yang ada di sekitar siswa. Siswa-siswi di desa, mereka harus dikenalkan dengan sistem pertanian, peternakan, yang ada di sekitar mereka.
Pelajaran Matematika diajarkan untuk menghitung luas tanah yang mereka miliki. Jika tanah akan ditanami padi, dengan jarak tanam yang ditentukan berapa lubang tanam yang tersedia. Dengan jumlah pupuk per lubang, berapa pupuk yang dibutuhkan. Dari sekian benih yang ditanam muncul berapa tangkai perbenih dan berapa bunga yang muncul. Hitungan-hitungan Matematika diajarkan untuk kebutuhan pertanian siswa yang tinggal di desa. Untuk mendapatkan hasil pertanian yang baik, siswa diajak melakukan riset di laboratorium. Tanaman padi butuh ph tanah berapa untuk menemukan tanah yang cocok ditanami padi.
Pembelajaran Berbasis Riset ala Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang dicontohkan tersebut di atas. KDM sepertinya sangat memahami tantangan yang sedang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Dunia pendidikan perlu melakukan tranformasi. Di mana harapan arah transformasi pendidikan seperti yang disampaikan oleh KDM tentang pembelajaran harus bebasis lingkungan di mana siswa tinggal, dan memperhatikan budaya setempat. tidak lupa, siswa-siswi harus dilatih berpikir ilmiah dengan melatih kegiatan-kegiatan riset agar siswa-siswi bisa memahami dan memecahkan masalah secara teknis dan nyata. Apa yang disampaikan oleh KDM Gubernur Jawa Barat, itulah yang sedang dilakukan oleh dunia pendidikan saat ini. Butuh kerja cerdas para kepala sekolah dan guru Indonesia untuk mewujudkannya.
Guru memiliki peran yang sangat strategis bagi kemajuan pendidikan suatu bangsa. Apalagi di era kurikulum berbasis pendekatan deep learning, guru lebih dituntut dalam mengemban tugas profesionalnya.
Kompetensi profesional guru adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar sehingga tercipta proses pembelajaran yang berkualitas, efektif, dan efisien. Kemampuan mengelola pembelajaran oleh seorang guru didukung oleh pengelolaan kelas, penguasaan materi belajar, pemilihan pendekatan, metode, strategi mengajar, dan penggunaan media belajar.
Kompetensi yang disebutkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 ini merupakan standar kompetensi yang wajib dimiliki guru agar menunjang para guru dapat mengajar dengan baik dan benar. Kompetensi profesional ini adalah kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki guru agar tugas-tugas keguruan dapat diselesaikan dengan baik dan benar.
Keterampilan ini berkaitan dengan hal-hal yang teknis dan berkaitan langsung dengan kinerja guru. Indikator kompetensi profesional guru adalah: Menguasai materi pelajaran yang diampu, meliputi struktur pelajaran, konsep pelajaran dan pola pikir keilmuan materi tersebut.
Menguasai Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan tujuan pembelajaran dari pelajaran yang diampu. Mampu mengembangkan materi pelajaran dengan kreatif sehingga bisa memberi pengetahuan dengan lebih luas dan mendalam. Mampu bertindak reflektif dami mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan. Mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran serta pengembangan diri.
Menjadi guru riset (peneliti) adalah sebuah strategi dalam pengembangan kompetensi profesi guru sebagai pelaku perubahan sebagai mana yang diamanatkan dalam kurikulum merdeka. Hal tersebut tentu saja menuntut guru untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat yang harus melakukan pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Menjadi guru yang gemar melakukan riset atau penelitian merupakan aktualisasi nyata sebagai pelaku perubahan dan guru dituntut untuk selalu melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Menjadi Guru Riset
Menurut Agustin Sukses Dakhi dalam buku Pengantar Sosiologi (2021), sebagai sosiolog, ahli riset berperan dalam pengumpulan, pengolahan, serta penggunaan data.
Sedangkan sebagai guru, sosiolog berperan untuk mengajarkan ilmu sosiologi kepada peserta didik, secara netral dan obyektif.
Riset Menurut Arikunto
Arikunto (2010) mendefinisikan riset sebagai suatu usaha untuk menggali informasi atau data yang akurat dan valid melalui pengumpulan data, analisis data, serta interpretasi hasil penelitian. Riset dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah dan memiliki tujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Dengan demikian Guru riset artinya Guru yang bukan saja Guru yang mampu melaksanakan pembelajaran untuk mengajarkan ilmu kepada peserta didik secara netral dan objektif tetapi juga mampu untuk melakukan penggalian informasi atau data yang akurat dan valid melalui metode-metode ilmiah dalam sebuah penelitian.
Tuntutan terhadap proses pembelajaran yang berkualitas semakin tinggi seiring
dengan perkembangan dan perubahan zaman. Proses pembelajaran pada setiap satuan
pendidikan harus inspiratif dan inovatif. Kuncinya adalah bagaimana proses pembelajaran lebih bersifat kontekstual dan saintifik sehingga membentuk karakter peserta didik yang berjiwa saintis (keilmuan).
Sayangnya guru yang siap untuk itu adalah guru yang inspiratif yang menurut Rhenald Kasali (2007) jumlahnya kurang dari 1%. Setelah setengah abad melakukan advokasi, Paul A. Kirschner, John Sweller, dan Richard E. Clark (2006) menemukan banyak kelemahan pembelajaran konstruktif yang student centered sehingga pembelajaran tidak efektif.
Kata Riset berasal dari kata research, riset adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang berarti penelitian. Dalam hal ini, pelaksanaan riset dilakukan secara metode dengan menggunakan kaidah ilmiah untuk mendapatkan temuan atau penyelesaian dari suatu masalah.
Adapun kegiatan riset meliputi beberapa hal yaitu pengumpulan, pengolahan, pengkajian, dan penyajian data secara sistematis. Untuk melakukannya, seorang peneliti harus bersikap objektif dan menggunakan bukti empiris dalam mengemukakan analisis suatu data. Oleh karena itu, pengerjaan riset membutuhkan metode ilmiah agar mendapatkan hasil yang berkualitas.
Mengutip laman The Fact Factor, menurut pakar sosiologi asal Amerika, Earl Robert Babbie, riset adalah penyelidikan atau percobaan sistematis untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan fenomena tertentu.
Terdapat dua metode dalam kegiatannya, yaitu metode induktif dan deduktif.
Penelitian atau riset adalah suatu kegiatan yang fokus pada penemuan bersifat rasional. Maka dari itu, pelaksanaannya harus memenuhi kriteria ilmiah. Sebuah riset memiliki rangkaian prosedur tertentu agar analisa atau hasil kajiannya terverifikasi secara saintifik. Tidak semua aktivitas analisis bisa disebut riset. Pasalnya, pelaksanaan penelitian ilmiah harus dilakukan sesuai dengan kaidah dan prosedur yang spesifik.
Maksud dilakukannya riset adalah: mengidentifikasi hal baru, memecahkan masalah yang ada,
menafsirkan sesuatu, meningkatkan ilmu, di samping bidang akademik, riset umumnya juga dilakukan untuk kegiatan pendidikan.
Guru Pembelajar Inovatif
Guru adalah profesi mulia yang diharapkan mampu menuntun peserta didik mencapai potensi terbaiknya sehingga bisa benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanah Undang-Undang.
Oleh karena itu, guru harus siap berubah dari cara belajar zaman old ke zaman now, dimana guru harus cepat beradaptasi dengan perubahan media belajar peserta didik sehingga mampu menyesuaikan cara belajar diera serba klik ini. Jangan sampai Artificial Intellegence (AI) menggantikan peran kita sebagai guru, maksudnya bukan secara fisik namun secara pengetahuan dan wawasan.
Ketika peserta didik mencarinya di mbah google atau pada platform Artificial Inteligent (AI) , jawaban itu langsung muncul dan kemudian peserta didik hanya menyalin apa yang didapatkannya tersebut tanpa harus terlebih dahulu berproses untuk mengeksplorasinya.
Maka guru harus memiliki cara yang ampuh agar peserta didik berproses untuk mendapatkan jawaban tersebut, seperti adanya aktifitas mencari, mengeksplorasi atau proses kreatif seperti dalam metode pembelajaran saintifik, Problem Based Learning (PBL), Projek based Learning (PjBL) dan model pembelajaran riset serta kreatif inovatif lainnya.
Indramayu, 9 Maret 2025
—