*Perjalanan dan Pengembaraan Spiritual Untuk Keseimbangan dan Ketenteraman Jiwa*
Pengembaraan spiritual itu lebih nyaman dan bebas bagi semua pelaku yang beranjak dari latar belakang agama apapun, termasuk bagi penghayat kepercayaan. Karena tak akan singgah atau mengganggu akidah keagamaan. Justru masing-masing pelaku yang beranjak dari bilik agamanya akan memperkuat dan meneguhkan akidah keyakinan yang sudah kuat digenggam sebagai basis pertahanan dan ketahanan beragama.
Sebab semua pelaku spiritual yang berbekal agama dan keyakinannya akan menambah kekuatan pertahanan dan ketahanan akidahnya dari gangguan maupun godaan yang tidak lagi dapat tergoyahkan. Sebab semakin jauh berjalan dalam pengembaraan spiritual, ketahanan dan pertahanan akidah yang bersangkutan akan semakin kuat. Bila tidak, maka dari perjalanan atau pengembaraan spiritual yang dilakukannya akan gagal pula. Lantaran perjalanan atau pengembaraan spiritual itu sendiri pada intinya adalah penguatan dan ketangguhan akidah bagi para pelakunya.
Karena itu pula, perjalan atau pengembaraan spiritual hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah memiliki basis keagamaan yang kuat. Karena itu satu-satunya syarat utama dalam menempuh perjalanan atau pengembaraan spiritual yang sungguh mengasyikkan. Sebab beragam pengalaman bernuansa religius yang padat dengan nilai-nilai spiritual menjadi pokok utama dari lalu spiritual yang ditekuni dan dihayati untuk menikmati pengalaman religius yang sangat pribadi sifatnya. Lantaran kaitannya hanya berhubungan dengan Tuhan.
Itulah sebabnya jalan atau pengembaraan spiritual semakin digandrungi oleh orang banyak. Tanpa hirau tentang asal muasal serta keyakinan agama yang telah menjadi pegangan. Karena dengan menekuni dan menghayati perjalan spiritual yang mengasyikkan itu akan memperkuat akidah kepercayaan yang telah diyakini dan dihayati sebelumnya.
Laku spiritual dari agama apapun keberangkatannya dalam selaras bersanding dengan pengusung agama dan kepercayaan apapun, karena tidak merasa penting untuk memasuki wilayah akidah dari peserta yang berbeda agama dengan agama yang telah menjadi bagian dalam diri kita. Sebab para pelaku spiritual yang sesungguhnya tidak merasa perlu untuk masuk — apalagi ingin mengusik — akidah yang telah menjadi pegangan orang lain. Dan kita sendiri tidak memiliki kepentingan atau pun keuntungan untuk mengusik akidah dan keyakinan bagi orang lain. Termasuk terhadap sesama pelaku spiritual yang beranjak dari pemahaman dan keyakinan agama yang sama. Lantaran laku spiritual itu sendiri lebih bersifat personal seperti keyakinan dan kepercayaan terhadap agama yang dimiliki oleh setiap orang.
Bahkan dalam kondisi tertentu, seorang yang mengaku tidak beragama sekalipun, bisa melakukan perjalan atau pengembaraan spiritual hingga kemudian dapat dipastikan juga — bila tetap tekun dan ulet serta Istikomah — akan berjumpa pula dengan Tuhan. Meski kualitas dan bobot dari intensitasnya mungkin akan sangat berbeda dari capaian mereka yang lebih khusuk dan Istikomah mengamalkan pemahaman serta penghayatannya terhadap tuntunan dan ajaran agama dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu pula, keyakinan terhadap gerakan kebangkitan dan kesadaran spiritual seperti yang digagas dan terus diperjuangkan GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang digagas oleh Gus Dur, Susuhunan Paku Buwono XII, Prof. Dr (HC) Habib Chirzin dan Sri Eko Sriyanto Galgendu sekaligus pemegang surat wasiat yang termuat dalam akte notaris sejak 30-an tahun silam itu akan terus berkembang dan mencapai puncak kejayaannya dari bumi Nusantara yang sekaligus akan menjadi pusat dan pelopor utamanya di dunia. Dan fenomena gerakan kebangkitan dan kesadaran serta pemahaman terhadap spiritual terus bertumbuh dan berkembang untuk menghadapi dilema kemanusia untuk menghadapi serta mengatasi sifat dan sikap yang mulai disadari telah terperosok dalam nafsu keserakahan duniawi, tanpa diimbangi oleh ukhrowi. Begitulah pencarian yang sesungguhnya untuk keseimbangan jiwa yang meranggas.
Banten, 10 Februari 2025
—