Oligarki Tambang
Oleh: Nafiar Kuthani
Ketua Umum GMNI Cabang Kota Ternate.
Setelah muncul kedua ormas besar di Indonesia (NU&MUHAMMADIYAH) yang kemudian diberikan kesempatan oleh pemerintah tentang pengelolaan izin tambang kini mulai dihebohkan kembali mengenai muncul perguruan tinggi (kampus) juga diberikan wewenang untuk mengelola tambang.
Dewan perwakilan rakyat menetapkan revisi keempat undang-undang mineral dan Batu Bara (minerba) yang kemudian di inisiatif oleh DPR dalam sebuah draf terakhir menyisipkan pasal 5 1A
Hal tersebut muncul berbagi persepsi serta kritikan dari kalangan aktivis mahasiswa, masyarakat dan lain lain.
Sungguh ironis DPR dan pemerintah Indonesia hari ini lembaga yg kita kenal sebagai penampung para ahli pemikir akademik turut terlibat menerima usulan tersebut padahal ancaman perusahaan yg bergerak di bidang investasi tambang justru tak memberikan dampak positif terhadap lingkungan sosial kultur kita.
Kita melihat literatur ini telah muncul sejak orde baru kampus mendapat konsesi hak pengusahaan hutan yg diberikan oleh pemerintah orde baru kala itu akan tetapi dalam proses rancangan kesepakatan kerja sama tersebut tidak maksimal atau pun tak meraih keuntungan dan berakibat terjadi kemerosotan itu sandiri sehingga proses kerja sama itu terhentikan.
Sekarang kita dapat melihat ini sama persis kembali dilakukan di masa pemerintahan orde baru dalam sebuah rangkaian stagmen yg di bayang-bayang oleh DPR dan pemerintah kita bahwasanya dalam revisi regulasi tersebut masyarakat diberikan hak yang sama untuk dapat mengelola tambang secara bersamaan terkecuali perguruan tinggi (kampus) dimana DPR dan Permerintah mengatakan tentang pengelolaan tambang yang di prioritaskan kepada kampus, katanya agar dapat digunakan pembiayaan pendidikan dari biaya operasional para dosen hingga uang kuliah mahasiswa.
Ini kemudian akan bertumpuk polemik sosial masyarakat (society polemic) yang seharusnya kampus mampu memiliki parameter yang cukup dalam melihat realitas atas peristiwa yang terjadi akibat ulah dari pertambangan dan kampus juga harus memiliki peran akademik yang berfokus pada kualitas pendidikan serta menjangkau segala aspek kerusakan lingkungan, hilang nya budaya masyarakat ini tentu yg harus dilakukan bukan malah melibatkan kepentingan oligarki dalam urusan tambang.
Kita justru cukup perhatin dalam persoalan ini bahwa kita seolah-olah akan mati daya pendidikan kritis yang dicanangkan oleh pemerintah hari ini memungkinkan dosen dan mahasiswa akan dipengaruhi paradigma nya dengan cara memberikan pengelolaan tambang.
Kita justru melihat persoalan ini bukan sesuatu yg tidak mungkin namun karena ini justru memiliki faktor yang sangat disengaja oleh DPR dan Pemerintah agar supaya perguruan tinggi (kampus), Rektor jajaran dan, mahasiswa di hilangkan integritas nya dan hilang dari budaya akademik serta terjerumus pada arus permainan elit oligarki di Indonesia.
lantas bagaimana dengan harapan kita dimana semua mulai di alih rencanakan padahal yang harus dilakukan oleh DPR dan Pemerintah kita adalah meminimalis tingkat ekonomi sosial yg berfokus pada hilirisasi di sektor pangan sehingga bangsa Indonesia ini mampu mewujudkan konsep Trisakti yang kemudian di maksud oleh bung Karno, hanya itu yang harus di telah artinya kita harus terhindar dari praktek penjajahan bisnis gaya baru yang coba di canangkan ke lembaga pendidikan kampus maka disitulah akan hilang kredibilitasnya.
TERNATE,MALUT,25 Januari 2025