Cerpen

Cerpen

TONGES

Penulis : Jay Satriany


Sudah sekian lama aku merasa dan terus menjalankan hidup dengan penuh kesedihan.
Tapi aku tetap optimis, karena menurut ku setiap manusia di dunia,tak selalu diatas,ada kalanya akan merasa dibawah,mengalami masa-masa sulit.seperti menjalani hari-hari,ada siang dan ada malam, begitulah perjalanan hidup terus berputar.

Sebagaimana diriku,banyak kisah yg ku lalui dalam hidup.Meski aku tahu tidak ada manusia yang sempurna,canda dan tawa yang membuatku dapat melupakan kepenatan hidup Di saat bersama teman, aku kadang tersentak dengan kesempurnaan teman-teman jika ku lihat dgn kasat mata.

Tapi dengan keterbukaan mereka menerima ku, membuat ku larut dalam kebersamaan dan kebersahajaan mereka tidak ada yg perlu di takuti meski diriku dalam keterbatasan, karena dibalik kelebihan manusia juga memiliki keterbatasan.

Di sekolah teman-teman tak pernah memilih dalam pergaulan ucapan canda dan senda gurau mengalir begitu saja,tidak ada kata tersinggung atau marah.Jika pun itu harus terjadi namun dapat kita selesaikan dengan cepat dan penuh kekeluargaan.
Kemana lagi ku mencari dunia yang nyaman dan penuh persaudaraan. Meski semua tahu,di sekolah Ku sejumlah anak-anak nakal acap menjadi bumerang, namun semuanya ku rasakan laksana perjalanan yang mengasikkan.

Demikian juga dengan sejumlah guru-guru yang selama ini telah mendidik ku,agar dapat terima dengan segala kekurangan diri,lalu menggali potensi diri untuk di jadikan bekal di masa yang akan datang, jika kelak sudah menyelesaikan sekolah dan memasuki dunia pekerjaan.

Di sekolah pun,banyak guru pendidik yang ku kenal ada yang baik dan ramah tapi ada juga yg bertampang galak.

Guru bahasa Indonesia yang bernama “Musa Ismail” merupakan sosok guru yang bertampang galak itu,tapi dengan kepiawaiannya berpuisi, bagi ku,dia sosok guru yang mengagumkan,karena aku memang menyukai sastra terutama tentang puisi dan cerpen.

Hingga suatu hari, Pak Musa Ismail masuk ke kelas ku.Dia mengajar kan tentang cara merangkai sebuah puisi yang baik dan pada saat mengajar wajah galaknya memandang ke seluruh murid-murid bagaikan harimau hendak menerkam mangsa nya.
Tapi setelah mengenalnya lebih dekat,sosok guru yang berwajah galak itu, sebenarnya hanya lah topeng sahaja, beliau sosok yang baik dan ramah.

Di lain waktu, pernah sekali dia memarahi ku di saat beliau mengajar. Hal itu terjadi karena aku duduk bukan kan nya berbicara tapi malah sebaliknya,aku melamun dan pikiranku melayang-layang entah kemana.

Ketika ia marah,sebuah ungkapan keluar dari mulutnya.

“Heiiiii …TONGES !” Kata nya menyergah.

Aku pun terkejut, demikian juga dengan teman-teman yang lagi serius belajar,lalu mereka tertawa mendengar perkataan yang keluar dari mulut pak guru.

Lalu, aku terdiam sejenak karena teman-teman menertawakan ku.

Saat itu,ku rasakan malu yang luar biasa.

Namun, setelah aku renungkan sejenak aku menganggap apa yang di ungkapkan nya,hanya lah gurauan semata.

“Bila kamu tidak mau tonges jangan melamun,” ucap pak guru.

Spontan ku jawab, “iya Pak”.

Selanjutnya dia bercerita tentang kehidupan, dan ceritanya ku simak baik-baik.
Di katakan nya, hidup ini memang banyak cobaan,bila kita tidak pernah sabar menghadapi nya,maka kehidupan ini akan hancur segala nya.
Apa yang di ucapkannya, membuat aku merenung kembali,dan sadarlah aku, bahwa terkadang aku sering mengeluh, tentang apa yang akan terjadi di masa depan ku.
Tapi semakin aku merenung,aku semakin sadar dan bisa tegar menghadapi nya dengan segala kekurangan ku.
Bagiku kini,bila tiada usaha sungguh-sungguh,maka hilanglah semua kesempatan yang di inginkan.

Semakin hari,cara mengajar pak guru membuat semua murid benar-benar terasa nyaman,karena tidak jarang dia mempertontonkan kemampuan nya bermain sulap untuk menghibur kita semua.

Dan di balik itu, kata-kata tonges tidak pernah lupa di ucapkan oleh mulut nya, sambil senyum menyapa.

Hingga akhirnya ku beranikan diri untuk bertanya,”pak apa arti tonges yang sesungguhnya ?”

Sambil tersenyum dia menjawab,”tonges itu”,
jika dia lelaki,”berarti tampan sebaliknya jika wanita berarti cantik”.

Mendengar jawaban pak guru,seisi kelas tertawa terbahak-bahak, karena pada dasarnya aku dan teman-teman tahu makna tonges yang sebenarnya, yaitu sosok berwajah jelek dengan gigi mengarah keluar.

“Pak bukan kah tonges itu,orang yang jelek dengan gigi mengarah keluar,”
Ucap ku di sela-sela gelak tawa teman sekelas.

Mendengar jawabanku, pak guru lantas tertawa kecil di bibir nya, tapi tidak menjelaskan makna tonges yang di maksudkan, sehingga membuat aku dan teman-teman menjadi penasaran memaknai kata-kata tonges.

Hari pun terus berganti, namun aku masih tetap di panggil dengan sebutan tonges oleh guru bahasa Indonesia.
Demikian juga teman-teman sekelas bahkan satu sekolah.
Kadang aku terusik akan hal itu,namun apa yang bisa ku perbuat dengan kekurangan ku selain mencari kelebihan ku selanjutnya menjadikannya sebagai alat untuk maju.

Salah satu cara yang ku lakukan untuk menghibur diri adalah dengan membuat kata-kata puisi.
Aku kerap mengisahkan perjalananku lewat puisi, Hingga aku menemukan jati diri ku, ternyata aku memiliki bakat dalam bidang tulis menulis.
Dan aku berusaha mencari tahu bagaimana cara menulis yang baik, tujuannya sudah pasti agar tulisan yang ku buat bisa ikut serta kan dalam berbagai lomba.
Meski aku sudah menemukan jati diri ku tapi aku masih terngiang dan sangat penasaran akan kata-kata tonges yang di alamatkan pada ku.
Sebab aku tidak tahu pasti makna tonges yang di maksud guru ku.
Jika memang benar si tonges yang dimaksud nya adalah orang yang jelek dengan Gigi keluar,
Berarti aku tidak bisa menjawab nya.

*Bengkalis,19 Januari 2025.

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *