Oleh: Drs. Rohiman, Ketua DPC ASWIN Cirebon
Pemikiran dua tokoh besar dalam sejarah Islam, Ibnu Khaldun dan Muhammad Iqbal, memiliki pengaruh yang luas di dunia Islam, termasuk Indonesia. Namun, kritik terhadap mereka, seperti yang disampaikan oleh Syekh Imran Hosein dalam bukunya Yerusalem dalam Al-Qur’an, membuka ruang diskusi baru tentang pentingnya memahami dimensi eskatologis Islam dalam proses sejarah.
Artikel ini mengeksplorasi bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun dan Iqbal masuk ke Indonesia, memengaruhi gerakan pembaharuan Islam, serta relevansi kritik Imran Hosein terhadap gagasan mereka.
Ibnu Khaldun dan Kritik terhadap Hadis Imam Mahdi
Ibnu Khaldun, melalui karya fenomenalnya, Muqaddimah, menekankan pendekatan rasional dan historis dalam memahami peradaban. Namun, ia secara kontroversial menolak validitas banyak hadis tentang Imam Mahdi dengan alasan lemahnya sanad (rantai perawi). Penolakan ini menimbulkan kritik tajam dari Syekh Imran Hosein, yang menilai bahwa pendekatan Ibnu Khaldun mengabaikan dimensi spiritual dan historis yang lebih dalam terkait peran Imam Mahdi dalam transformasi dunia.
Iqbal dan Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam
Muhammad Iqbal, dalam bukunya Reconstruction of Religious Thought in Islam, menekankan perlunya reinterpretasi ajaran Islam untuk menjawab tantangan modernitas. Meskipun tidak secara eksplisit menolak kembalinya Nabi Isa AS, Iqbal tampaknya meragukan relevansi keyakinan ini dalam konteks pembaharuan. Syekh Imran mengkritik Iqbal dengan menyoroti pentingnya memahami kembalinya Nabi Isa dalam konteks sejarah akhir zaman, yang sangat esensial dalam pandangan Islam eskatologis.
Masuknya Pemikiran Ibnu Khaldun dan Iqbal ke Indonesia
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Iqbal masuk ke Indonesia melalui tiga jalur utama:
1. Gerakan Pembaharuan Islam
Muhammadiyah: Gerakan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 mengadopsi gagasan pembaharuan dari Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, yang terinspirasi oleh Ibnu Khaldun dan Iqbal.
Persatuan Islam (Persis): Melanjutkan tradisi rasionalisme Islam, Persis menolak takhayul dan bid’ah, sebagaimana dirintis oleh Ibnu Khaldun dan Iqbal.
2. Jalur Akademik
Harun Nasution: Salah satu tokoh utama pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, memperkenalkan rasionalisme Ibnu Khaldun dan modernisme Iqbal ke dalam kurikulum IAIN.
Azyumardi Azra: Dalam disertasinya, ia meneliti jaringan ulama Asia Tenggara yang menyerap pemikiran pembaharuan Islam dari Timur Tengah dan mengintegrasikannya ke dalam tradisi lokal.
3. Jalur Aktivis Kampus
Nurcholish Madjid (Cak Nur): Melalui gagasannya “Islam Yes, Partai Islam No,” Cak Nur menegaskan perlunya pemikiran kontekstual yang selaras dengan modernitas, sesuai dengan pandangan Iqbal tentang rekonstruksi pemikiran Islam.
Membuka Perspektif Baru
Kritik Syekh Imran Hosein terhadap Ibnu Khaldun dan Iqbal menawarkan pendekatan tekstual-konstektual yang menyoroti dimensi spiritual dan historis dari teks-teks profetik eskatologis. Hal ini menegaskan bahwa memahami peran Imam Mahdi dan Nabi Isa AS tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga menentukan arah transformasi dunia Islam di tengah tantangan global.
Kesimpulan
Buku Yerusalem dalam Al-Qur’an berpotensi memperkaya wawasan keislaman di Indonesia dengan menawarkan perspektif eskatologi yang segar. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah, umat Islam dapat merumuskan strategi baru untuk menghadapi tantangan zaman, sekaligus memanfaatkan warisan intelektual Islam secara holistik.
Refleksi: Relevansi Kehadiran UIN
Transformasi kelembagaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) mencerminkan upaya serius untuk mereintegrasikan keilmuan Islam dengan ilmu-ilmu kontemporer.
Dengan pendekatan integrasi-interkoneksi, UIN berusaha menghapus dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, menggabungkan tradisi intelektual Islam yang kaya dengan perkembangan ilmu modern.
Peran strategis UIN meliputi:
1. Pusat Pengembangan Wacana Keislaman Modern: Menawarkan solusi Islam untuk isu-isu kontemporer.
2. Mediator antara Tradisi dan Modernitas: Menjembatani dialog antara tradisi Islam dan tuntutan ilmu modern.
3. Penggerak Transformasi Sosial: Memberdayakan masyarakat dengan solusi berbasis nilai-nilai Islam.
Dengan spirit ijtihad yang diperbarui, UIN dapat melahirkan pemikiran-pemikiran progresif untuk menjawab tantangan global.
Wallahu a‘lam
Cirebon, 6 Januari 2025