27 Seniman Unjuk Gigi Pameran Seni Bertema Rupa-Rupa Slawe
2024
Malang-aswinnews.com – Malang Pameran rupa rupa slawe kembali
di gelar di ruang galeri Dimensi Ngantang,pada Minggu 22/12/ 2024.
27 Seniman Unjuk Gigi di Pameran Seni Rupa rupa slawe Galeri komunitas perupa Dimensi Ngantang. Pameran Seni Rupa rupa Slawe 2024 berlangsung pada 22 Desember 2024-5 Januari 2025 mendatang. Gelaran bersifat terbuka unruk umum ini memberikan kesempatan bagi para perupa di seluruh Kota Batu Kecamatan Pujon dan Ngantabg untuk berpartisipasi, menunjukkan potensi dan kreativitas, serta eksistensinya dalam ajang seni rupa lokal baik bagi para perupa muda maupun para perupa andal yang telah lama berkecimpung di dunia seni rupa dalam lingkup lokal dan mengarah ke nasionall.
Pameran ini juga sekaligus menjadi media pemetaan perkembangan mutakhir seni rupa di Tanah Air. Komunitas Dimensi sebelumnya telah lima kali menyelenggarakan Pameran Seni Rupa . Pertama pada 2020 2021, kemudian 2022, 2023 dan 2024 dengan mengangkat tema berbeda-beda. Penggagas ide penyelengara pameran Jauhari yang akrab di panggil cak Ju, salah satu senior perupa dari Kota Batu mengungkapkan, Pameran Seni Rupa Rupa Slawe 2024 agak berbeda dari penyelenggaraan sebelumnya. Di gelaran pameran kelima ini tidak hanya menitikberatkan pada keterwakilan ide, suatu wilayah, namun lebih menekankan pada keterampilan (skill) para perupa yang diwakili dari hasil karyanya yang tentu sesuai dengan tema pameran, yakni “Rupa-Rupa Slawe”. Di pameran kali ini menampilkan 55 karya dari 27 seniman yang diperoleh melalui mekanisme kebersamaan yang cukup erat Sebanyak 28 di antaranya merupakan hasil spontan dari para perupa sedangkan 27seniman dan karyanya mewakili dari penyatuan ide, gagasan, baik secara bersama maupun pribadi secara khusus berdasarkan pertimbangan kuratorial. Konsep gayeng yang menyatukan semua kepala dan ide dengan menghilangkan rivalitas, ” Slawe dipilih karena sebuah kesepakatan semu, saling tunjuk dan mengalah tapi Bukan menjadi tabu, justru harapanya menjadi tonggak era kesenian apalagi di wilayah pinggir dengan gairah berkesenian yang kuktur tradisi, untuk bisa membangun mindset yang ingin berprestasi.
Keseluruhan karya yang ditampilkan menunjukkan eksplorasi media yang kaya di antaranya lukisan, grafis, drawing, dan lainya, Selain pameran, perhelatan ini juga akan dilengkapi dengan program publik berupa Lokakarya dan workshop Seni Rupa “Rupa-rupa slawe” serta Diskusi Seni Rupa dirancang untuk menajamkan wacana yang diusung melalui presentasi.
Karya-karya di ruang pamer dengan menghadirkan narasumber berkompeten di bidang seni rupa, junjungan juga memberikan kesempatan kepada para perupa peserta pameran untuk mendapatkan pengalaman visual artistik sekaligus memperkaya informasi dan sudut pandang yang bertujuan untuk mendapatkan inspirasi berkarya.
Pameran Seni Rupa tahun ini diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya terkait perkembangan seni 9rupa Tanah Air, penyelenggaraan pameran pembukaanpada 22 Desember 2024 diharapkan sebagai tanda dukungan ,” ungkap Jauhari ketika ditemui awak media Aswinews.com.
Ketua Pelaksana pameran Sholikin yang biasa dikenal Robot mengatakan, hal ini juga diharapkan dapat memunculkan inspirasi dan motivasi untuk berkarya bagi para perupa dan publik luas yang mengapresiasi pameran ini. Publik diharapkan dapat mengenal lebih dekat tokoh-tokoh beserta karya para perupa lokal yang tak kalah dengan para perupa nasional, baik dari segi kedalaman konsep maupun artistik visualnya.
“Selain itu, pameran ini diharapkan menjadi sarana wisata edukasi kultural yang mampu menarik perhatian publik lokal maupun luar daerah. Yang tak kalah penting, diharapkan pameran ini mampu mengisi titik-titik penting perkembangan seni rupa Indonesia wqlau dipinggir sekaligus mendorong perkembangan tersebut demi kemajuan seni rupa Indonesia,” pungkas Sholikin.
Salah satu, tim kurator Galeri Dimensi yakni Sulaksono Widodo alias Soni, menjabarkan istilah rupa rupa slawe dalam terkait pengertian tersebut dan bingkai kurasi pameran, maka “Rupa rupa slawe” yang dimaksud dalam pameran ini sebagai sebuah pergulatan luar biasa sesuatu tanda dari berbagai proses kombinasi, dan dari pergulatan itu memungkinkan lahirnya tanda baru. Kelahiran tanda baru akan terus keberulang-ulang mengikuti hukum alam sepanjang masa. Persoalan apakah yang baru akan sama dengan yang lama atau lain sama sekali adalah kehendak yang harus kita terima sebagai sebuah proses dialektika.
Modernisme dalam seni menghasilkan spirit “shock of the new”, di mana menyuguhkan “kebaruan” adalah ukuran utama dalam perkembangan seni. Namun, untuk masa kini setelah modernisme mengalami krisis, spirit “shock of the new” berakhir dengan tanda tanya: benarkah seni rupa masa kini lahir dari gagasan baru? Seiring dengan pemikiran post-modernism yang memandang karya seni sebagai sebuah teks yang teranyam dengan teks-teks lainnya, maka menarik kiranya untuk melihat kembali kaitan gagasan penciptaan karya masa kini dengan gagasan/ide/pemikiran tradisional yang sesungguhnya, dalam keyakinan tim kurator terus berkembang. Tradisionalisme di lokalan berjalan dengan laju perkembangan modernisme sebagai negara-bangsa post-colonial. Walau keduanya berbeda konsep, namun pada praktik sosial kulturalnya bercampur baur membentuk rangkaian gagasan dan praktik yang tak terhingga. Bagaimana nilai/prinsip/gagasan tradisi direfleksikan/direfleksifkan oleh perupa masa kini? Tim kurator mencoba berputar ke segala arah untuk mencari jawab. Dan, ternyata keterampilan adalah kunci utama pada bentang gagasan ini yang dilihat oleh tim kurator tampak terpinggirkan.
Gejala itu makin menguat paling sedikit dalam satu dekade terakhir, di mana keterampilan makin dibelakangi di tengah jargon yang menjurus pada konsep yang terasa menguasai medan seni rupa pada pameran-pameran besar. Mengapa tradisi keterampilan dibelakangi? Padahal, di situlah sejatinya seni rupa menunjukkan pesona dan kekuatannya. Akhirnya dengan mempertimbangkan fenomena di atas, tim kurator menitik-api kuratorial pameran ini pada aspek skill, yaitu keterampilan dalam berkarya dengan mengesampingkan sebuah rivalitas.
Dari penjelasan tersebut, maka konteks “Pascatradisionalisme” yang dimaksud tim kurator mengisyaratkan kesadaran untuk tidak terjebak pada “keadiluhungan” dan kolektivisme sempit, alasannya bahwa yang non adiluhung pun punya derajat sama dalam ranah seni kontemporer. Selain itu, dalam kesadaran pascatradisionalisme: seniman adalah agen yang bebas berkreasi, menafsir tradisi, dan berempati dalam semangat kolektivisme baru yang memiliki ciri emansipatif (membebaskan) dan inklusif (terbuka atas keragaman) di tengah era nirsekat (globalisasi) sekarang ini.
(Tim Jatim )
Pemdes Berancah Galang Goro Massal Dukung Program “BEDA SEKATAN” Kecamatan BantanBENGKALIS - ASWINNEWS. COM –…
SDN Kedungbogo Preserves Culture Through Reog AssociationJOMBANG-ASWINNEWS.CIM- In the midst of the rapid flow of…
SDN Kedungbogo Lestarikan Budaya Lewat Paguyuban ReogJOMBANG-ASWINNEWS.CIM- Di tengah derasnya arus globalisasi, upaya pelestarian budaya…
Pelaksanaan PSU 8 Kabupaten/Kota, 19 April, Berjalan LancarJakarta -aswinnews.com- Delapan kabupaten/kota yakni Kota Banjarbaru (Kalimantan…
Ibu Lijah, Warga RT 06 RW 03 Dusun Tua Desa Prapat Tunggal Tutup UsiaBENGKALIS- ASWINNEWS.COM…
Aroma of Grilled Fish and Natural Nuances: Delicious Sensation at RM Abah Kenari SumedangSUMEDANG-ASWINNEWS.COM- The…