Keberkahan Dalam Perspektif Spiritual Hanya Akan Memberi Keberkahan Kepada Manusia Yang Percaya & Beriman

Keberkahan Dalam Perspektif Spiritual Hanya Akan Memberi Keberkahan Kepada Manusia Yang Percaya & Beriman

Oleh : Jacob Ereste
: Wartawan Lepas

Hakikat keberkahan itu boleh saja dipahami dalam pengertian yang paling sederhana, bukan saja saat memperoleh keberuntungan yang tiada pernah diduga sebelumnya, tetapi juga bisa dipahami dalam bentuk cara melakukan suatu usaha — ekonomi, politik, budaya serta agama — yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas sehingga nilai keberkahan itu dapat ditakar dengan kejujuran dapat dijadikan patokan dalam menjalankan usaha tersebut. Sehingga keberkahan tidak hanya dilihat dari keberhasilan usaha yang dilakukan, tetapi juga meliputi cara melakukan usaha itu.

Pada akhirnya, keberkahan yang diperoleh dari hasil kerja yang jujur, ikhlas yang memperhatikan kepentingan bagi orang banyak — keluarga, sahabat atau instansi dari yang wakili untuk melakukan pekerjaan tersebut akan mendatangkan berkah kebaikan dan kebahagiaan bagi orang lain yang mungkin tidak terbatas kualitas dan kapasitas yang dapat mereka nikmati juga sebagai wujud dari keberkahan yang dirido’i oleh Allah.

Sebaliknya untuk pekerjaan yang sukses sekalipun jika tidak dilakukan dengan jujur dan ikhlas — sehingga tidak bermakna sedikitpun sebagai bagian dari ibadah — pasti tidak akan memberi manfaat bagi pelakunya maupun mereka yang bisa ikut menikmati hasil dari usaha yang tidak berkah itu. Pada bagian inilah peranan dari kecerdasan spiritual dapat diukur mutu dan kualitasnya yang baik atau jelek maupun buruk dalam takaran etika, moral dan akhlak mulia pelakunya sebagai manusia yang mengabaikan anugrah Tuhan kepada manusia sebagai khalifatullah di muka bumi.

Efek buruk dari cara usaha dan hasil usaha yang tidak berkah itu dapat disadari dari nilai manfaatnya atau tidak sama sekali memberi manfaat, atau bahkan mendatangkan mala petaka yang tidak pernah bisa diduga, atau bahkan sangat memilukan hati yang tidak terkira menyakitkan.

Dalam konteks harta yang dihasilkan dengan cara yang tidak berkah itu, agaknya dapat dipahami dari peristiwa tragis yang sangat memilukan hati misalnya dengan amblasnya sejumlah harta benda yang diperoleh dengan cara yang tidak berkah hanya dalam sekejap digelontorkan oleh air bah yang datang dengan sekonyong-konyong, sehingga teriakan mohon pertolongan kepada Tuhan baru dilakukan. Atau bisa istana mewah yang dibangun dari hasil kerja yang tidak berkah itu, ambruk seketika ditelan bumi akibat gempa yang berada diluar kuasa manusia yang pongah akibat perasaannya yang melebihi kekuasaan Tuhan.

Kalau pun hasil usaha yang diperoleh dengan cara yang culas itu — seperti korupsi, melakukan rente dalam berbagai proyek pemerintah atau hasil usaha swasta yang mencederai hati serta hak-hak rakyat, bisa saja mendatangkan malapetaka untuk anak, istri dan cucu yang akan ikut menanggung derita dan balasannya.

Itukah sebabnya dalam hidup dan kehidupan diperlukan dimensi religiusitas dan nuansa serta vibrasi spiritual yang terus hidup dan dipelihara agar terus menyala untuk menerangi jalan yang diberkahi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala ciptaannya, termasuk manusia sebagai makhluk yang paling mulia dari makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya.

Karena itu, bagi orang yang beriman, karma atau azab Allah itu pasti akan datang pada saatnya kelak yang tidak mungkin dapat diprediksikan sebelumnya seperti nilai belanja yang akan menjadi bancaan. Dalam perspektif spiritual, keberkahan hanya akan mendatangkan keberkahan bagi manusia yang percaya dan beriman kepad Tuhan.



Banten, 4 Desember 2024